Merawat masa depan bangsa lewat tata kelola data pribadi yang bijak

Estimated read time 7 min read

Jakarta dlbrw.com – Di Indonesia, pada 17 Oktober 2024, Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi atau dikenal juga dengan UU PDP.

Masa transisi selama dua tahun tersebut akhirnya menjadi masa penyesuaian bagi para pelaku industri yang menangani data pribadi dan mempersiapkan keamanan sesuai standar yang telah ditetapkan.

Artinya, jika terjadi serangan siber di masa mendatang yang mengakibatkan pelanggaran data, aturan ini akan berlaku sepenuhnya.

Jika pengelola data terbukti bersalah, maka penuntutannya dapat dikenakan ketentuan UU PDP yang memberikan sanksi mulai dari denda hingga penjara.

Merujuk pada disahkannya RUU PDP di Senayan, kursi DPR, RUU tersebut disambut baik oleh banyak pihak saat itu.

Tidak hanya pihak eksekutif dan legislatif, namun masyarakat juga menyambut baik aturan tersebut sebagai angin segar sebagai landasan pengelolaan data pribadi.

Mengingat meningkatnya ancaman dan insiden siber yang tersembunyi, menargetkan data masyarakat telah menjadi komoditas baru dalam industri digital.

Hal ini telah dilaksanakan dan didukung oleh pernyataan para kepala negara di seluruh dunia, termasuk Presiden Indonesia.

“Informasi adalah minyak baru,” kata Presiden ketujuh Republik Indonesia, Joko Widodo, pada awal tahun 2023. Pernyataan itu tak hanya sekali ia lontarkan, namun ia ulangi di berbagai acara penting kenegaraan.

Indonesia memiliki populasi 282,4 juta orang pada Agustus 2024, menurut data Kementerian Dalam Negeri. Artinya, banyak sekali jenis informasi yang dapat dikumpulkan, dikembangkan, bahkan diolah untuk menerapkan solusi inovatif dan teknologi guna mewujudkan Indonesia menjadi negara maju.

Dengan kekayaan produk industri Indonesia saat ini, masih terdapat tantangan yang harus dihadapi yaitu risiko serangan siber yang meningkat secara global dalam beberapa tahun terakhir.

Serangan siber ini seringkali ditujukan untuk mengakhiri penggunaan data tersebut dan menyebabkan bencana bagi masyarakat.

Perusahaan keamanan siber asal Belanda, Surfshark, menyebutkan bahwa pada kuartal ketiga tahun 2024 (Q3) saja, terdapat 18.408.035.569 peretasan data di ruang digital. Melalui laporan triwulanan rutinnya, Surfshark menunjukkan bahwa serangan siber meningkat dari kuartal ke kuartal.

Misalnya saja pada triwulan III tahun 2024 terjadi peningkatan sebesar 96,2 persen dari triwulan II tahun 2024 menjadi triwulan III tahun 2024 atau setara dengan 3.261 akun di ruang digital yang bocor setiap 60 patah tulang. detik.

Pada periode ini, negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Perancis, Rusia, Jerman dan Jepang menjadi sasaran empuk serangan siber yang membahayakan informasi masyarakatnya.

Indonesia punya pengalaman dengan insiden serangan siber yang membahayakan informasi publik, ingat serangan terhadap PDNS 2? Beberapa lembaga tidak mendapatkan layanan sosial yang buruk, dan banyak lembaga tidak tahu bagaimana mengharapkan layanan sosial tersebut.

Peristiwa di seluruh dunia dan di dalam negeri menjadi pengingat bahwa tidak boleh ada kekeliruan atau kecerobohan dalam mengelola keamanan informasi di masa depan.

Agar Indonesia menjadi negara maju, pemerintah dan masyarakat harus mampu menyimpan dan mengelola data dengan baik di era transformasi digital yang pesat.

Dari diriku sendiri

Tidak dapat disangkal pentingnya peraturan pemerintah dalam menjamin keamanan data di tanah air.

Namun karena semakin banyaknya serangan siber, peran masyarakat dalam menjaga keamanan data juga semakin besar, dan salah satu kelemahan yang mungkin terjadi adalah kesalahan pribadi dalam pengelolaan data.

Hal ini didukung oleh deskripsi Laporan Investigasi Pelanggaran Data (DBIR) Verizon tahun 2024 tentang banyak faktor yang menyebabkan pelanggaran atau kerentanan keamanan siber, dengan kesalahan manusia sebagai salah satu penyebab terbesarnya.

Dari sekian banyak metode serangan siber yang menyembunyikan informasi dari malware, phishing, dan rekayasa sosial, segala penyebab kebocoran data disebabkan oleh kesalahan manusia yang ceroboh sehingga membuat serangan siber bersifat terbuka.

Tak heran jika seorang individu bahkan organisasi bisa mengalami kerugian karena kurangnya pengetahuan jika pengelola data tidak memiliki pemahaman yang baik tentang keamanan siber.

Oleh karena itu, penting bagi pengelola data, individu, dan organisasi untuk terus mendidik diri mereka sendiri agar lebih waspada terhadap teknik serangan siber yang membahayakan keamanan data.

Berbicara mengenai informasi, kesadaran keamanan informasi di Indonesia masih rendah. Hal ini tercermin dalam Laporan Literasi Digital Negara Indonesia Tahun 2022 yang diterbitkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Laporan tersebut menunjukkan indeks literasi keamanan digital masyarakat Indonesia hanya 3,12. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan pilar literasi digital lainnya, yaitu budaya digital dengan skor 3,84, kompetensi digital dengan skor 3,52, dan etika digital dengan skor 3,68.

Artinya, kemampuan masyarakat dalam menggunakan teknologi dan konektivitas digital sudah meningkat, namun masyarakat Indonesia perlu meningkatkan perlindungan di dunia maya.

Kurangnya pilihan perlindungan diri yang optimal di ruang digital, terutama dalam hal perlindungan data pribadi, juga terlihat dari beberapa tren media sosial di Indonesia.

Ingatkah saat berbagi nama panggilan menjadi tren besar di media sosial tiga tahun lalu? Banyak orang yang tenang dan mengikuti tren dan keesokan harinya setelah mengikuti tren mereka mendapat pesan dari orang tak dikenal.

Ternyata, seorang informan anonim bisa menghubunginya dan bahkan membuat identitas yang menunjukkan bahwa dia dipersenjatai dengan informasi nama samaran yang secara sukarela dibagikan di media sosial.

Ingat tren risiko harian NFT 2022 karena Gozali? Saat itu, banyak orang yang mengambil langkah serupa karena keberhasilan Gozali memonetisasi konsistensinya memposting foto selfie di Web3.

Sayangnya, ada masyarakat yang melakukan hal tersebut tidak hanya dengan memposting foto selfie, namun juga dengan memposting identitasnya dalam bentuk Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan akhirnya menyadari bahwa data tersebut rentan disalahgunakan. .

Hasil ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia perlu lebih waspada terhadap keamanan siber untuk melindungi data pribadinya di ruang digital.

Sebagai langkah awal, hal yang sebenarnya bisa dilakukan masyarakat untuk melindungi dirinya adalah dengan mendidik dirinya sendiri. Dengan tersedianya konektivitas digital yang menawarkan begitu banyak kemungkinan, masyarakat dapat memanfaatkannya untuk mendapatkan banyak pengetahuan sambil mencari konten yang sensasional.

Terdapat sumber daya pendidikan yang terbuka dan andal dari universitas terkemuka yang setidaknya memberikan pemahaman dasar tentang pentingnya keamanan siber dan perlindungan privasi.

Salah satu yang bisa dijadikan referensi dan mudah dicerna adalah “Modul Keamanan Digital” terbitan Program Pendidikan Profesi UI 2021.

Modul ini tersedia di ruang digital, mudah diakses dan diunduh untuk dipelajari orang-orang dengan konsumsi data internet minimal.

Hal ini mengajarkan masyarakat untuk mengenali berbagai serangan dunia maya yang tersembunyi dan ditargetkan setiap hari, seperti pencurian identitas atau penipuan email. Ada juga pengenalan phishing dan peretasan, yaitu serangan dunia maya yang sering menargetkan orang-orang.

Contoh lain dari sumber pengetahuan keamanan siber yang terbuka dan dapat diandalkan dapat diperoleh dari pengumuman pemerintah.

Salah satu yang dapat dimanfaatkan adalah CyberKreasi Inisiatif Nasional Literasi Digital yang dapat diakses di gnld.siberkreasi.id.

Undang-undang yang didukung oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika ini membagi informasi mengenai jenis data pribadi yang dapat dibagikan secara publik dan hanya dapat diakses oleh pihak tertentu.

Ada tips melindungi diri Anda di ruang digital, mulai dari memperkuat kata sandi hingga rutin memeriksa kebocoran identitas digital, yang bisa dengan mudah diterapkan oleh siapa saja yang memiliki keterampilan digital.

Masyarakat sebaiknya lebih banyak melakukan penelitian dan penelitian terhadap sumber data tersebut untuk melindungi dan menjaga keamanan data pribadinya, sehingga memperkuat ekosistem dan pengelolaan data pribadi di Indonesia yang lebih baik.

Dengan cara ini, masyarakat Indonesia tidak hanya dapat menggunakan Internet dengan lebih baik, namun juga dapat lebih aman dalam menavigasi dunia maya, karena mereka memiliki kemampuan untuk melindungi diri mereka sendiri, yang akan semakin dilindungi oleh peraturan yang lebih cerdas.

Regulasi menjadi lebih cerdas

Dari sisi keamanan siber, peningkatan literasi digital masyarakat berperan besar dalam optimalisasi perlindungan data pribadi, namun peran regulasi dari pemerintah tetap diperlukan untuk menjamin perlindungan dan keamanan data pribadi sebagai komoditas 4.0.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, saat ini Indonesia telah memiliki satu undang-undang penting untuk perlindungan data pribadi, yaitu UU PDP, namun jangka waktu penerapan undang-undang ini perlu lebih dioptimalkan.

Kontinuitas yang perlu dijaga adalah penyelesaian peraturan pemerintah implementasi UU PDP dan Perpres tentang lembaga pengawas PDP.

Dengan pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto yang berjanji untuk melanjutkan program-program prioritas sebelumnya, peraturan baru terkait PDP ini harus segera dipercepat.

Selain itu, dengan perubahan nama badan pengelola menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital yang lebih modern dari peraturan terkait, solusi tersebut tidak akan sulit dan dapat dipercepat.

Jika aturan ini bisa cepat disetujui dan diselaraskan, maka pengendalian perlindungan data pribadi masyarakat seharusnya bisa lebih praktis.

Keterkaitan regulasi terkait sektor digital, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang akan direvisi pada awal tahun 2024, dapat menambah lapisan perlindungan keamanan informasi masyarakat Indonesia.

Dirancang dan diproduksi dengan cerdas, peraturan ini akan mengarah pada optimalisasi data sebagai pendorong inovasi dan solusi, serta akan membawa pembangunan bagi negara ini, dan semoga Indonesia 100 mustahil untuk diterapkan. Impian memiliki generasi emas di tahun 2045.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours