Indonesia Incar 48 Jet Tempur Siluman F-35, tapi Waswas Rahasia Pertahanannya Diakses AS

Estimated read time 4 min read

JAKARTA – Indonesia dikabarkan masih ingin mengakuisisi jet tempur F-35 buatan Lockheed Martin di Amerika Serikat (AS).

Namun ada kekhawatiran Amerika Serikat (AS) bisa mendapatkan akses rahasia pertahanan Indonesia melalui sistem berbagi data penerbangan baru ini.

Komitmen Indonesia menerima jet tempur kelima AS dan kekhawatirannya diulas oleh media militer Bulgaria, militer Bulgaria dalam artikel berjudul “Indonesia Khawatir dengan F-35 dan Transmisi Data Real-Time”.

Berdasarkan penelitian, pada tahun 2021, Indonesia resmi “meminta” 48 jet tempur F-35 dari Amerika Serikat.

Kesepakatan tersebut, yang mendapat persetujuan dari Departemen Luar Negeri AS, bernilai sekitar $14 miliar. Tujuan Indonesia jelas: menciptakan suasana dan meningkatkan kesiapan militer dengan menambah F-35, tulis media militer asing, Minggu (22/9/2024).

Namun peninjauan terus berjalan, proses akuisisi terus berjalan, dan kesepakatan akhir terkait pendanaan serta pemenuhan syarat tertentu.

Pada tahun 2022, lanjut peninjauan, Indonesia menandatangani nota kesepahaman dengan Lockheed Martin untuk mulai mempersiapkan pengiriman pesawat tersebut. Gelombang pertama jet tempur ini diperkirakan tiba pada awal tahun 2026.

Meskipun terdapat kemajuan, para ahli lokal di Jakarta telah menyuarakan kekhawatiran tentang kelayakan kesepakatan tersebut, terutama mengenai privasi.

Menurut laporan CNBC, perangkat lunak F-35 memberi Pentagon kemampuan unik untuk memantau pesawat-pesawat ini saat dikirim oleh negara lain, termasuk sekutu AS.

Pemantauan ini dimungkinkan melalui penggunaan data tertanam dan sistem pendukung, khususnya Sistem Informasi Logistik Otonom (ALIS) dan versi penyempurnaannya, Jaringan Terpadu Data Operasional (ODIN).

Sekadar informasi, sistem F-35 mengumpulkan dan mengirimkan data real-time mengenai kinerja, status teknis, dan pemeliharaan, sehingga menciptakan tautan permanen ke pusat data yang mungkin ada di Amerika Serikat. Koneksi ini memungkinkan Pentagon untuk memantau kondisi pesawat, pola penggunaan, dan masalah yang muncul atau kebutuhan pemeliharaan.

Dengan adanya pengawasan yang signifikan atas pengelolaan dan pengoperasian jet tempur ini, beberapa sekutu AS telah menyuarakan kekhawatiran tentang independensi mereka dalam mengelola F-35 yang mereka beli.

Ada kekhawatiran bahwa perangkat lunak ini dapat memungkinkan AS mempengaruhi atau membatasi aktivitas militer mereka.

Indonesia, misalnya, telah mencatat kekhawatiran besar terhadap F-35, khususnya fokus pada ALIS dan ODIN baru.

Meskipun sistem ini meningkatkan pembagian data dan menyederhanakan pengelolaan operasional, hal ini menimbulkan kekhawatiran keamanan nasional di Jakarta.

Para pejabat berpendapat bahwa kemampuan untuk mentransfer data secara real-time dapat memungkinkan entitas asing, khususnya militer AS, untuk menangkap informasi sensitif tentang praktik dan peralatan pertahanan Indonesia.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, yang menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan, menyoroti kemajuan Indonesia dalam rencana pembelian jet tempur F-35, menurut kabar terbaru militer Bulgaria.

Meskipun F-35 menawarkan teknologi canggih dan kemampuan tempur yang lebih besar, potensi bahaya berbagi data dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan.

Ketika pemerintah Indonesia mempertimbangkan konsekuensi dari mengintegrasikan program ini ke dalam militernya, para pejabat menekankan komitmen mereka untuk melindungi kepentingan negara.

Indonesia tidak sendirian dalam masalah ini. Jepang juga menyuarakan kekhawatirannya mengenai sistem berbagi data ALIS, karena khawatir sistem ini akan memungkinkan Amerika Serikat mengakses informasi sensitif mengenai operasi militer Jepang.

Pada tahun 2020, Jepang sangat berhati-hati dalam cara pengiriman data ke AS dan Lockheed Martin.

Kekhawatiran serupa juga diungkapkan oleh para pejabat Korea Selatan, yang khawatir bahwa sistem ALIS dapat mengungkapkan rincian operasional kepada Amerika Serikat, sehingga mengancam keamanan nasional mereka.

Australia menyoroti kekhawatiran lain dan potensi dampak terhadap pembagian data dan otonomi operasional dalam ALIS. Para pemimpin militer Australia telah menyatakan keraguannya dalam menjaga keamanan data mereka saat mengoperasikan F-35.

Menariknya, AS mengklaim ODIN penerus ALIS akan menyelesaikan masalah ini.

Brigadir Jenderal Eric Fick, pejabat eksekutif program F-35, mengatakan transisi dari ALIS ke ODIN dimaksudkan untuk mengatasi masalah keamanan data ini, yang menunjukkan bahwa ODIN akan meningkatkan keamanan data dan mendukung efisiensi operasional.

Namun jawaban tersebut belum memuaskan seluruh ahli yang akan mengawasi proses tersebut.

Pakar pertahanan Dan Grazier, misalnya, mencatat bahwa ODIN dapat menguntungkan ALIS dalam menghadapi ancaman keamanan siber, terutama karena ia akan beroperasi di lingkungan cloud.

Anggota Kongres AS John Garamandi juga mempertanyakan apakah ODIN hanya mengubah citra ALIS tanpa menyelesaikan masalah mendasarnya.

Apa yang sering diabaikan oleh Indonesia adalah bahwa F-35 milik Lockheed Martin tidak unik di dunia dalam kemampuannya memantau posisi pesawat.

BAE Systems, Airbus dan Leonardo melakukan tugas serupa pada Eurofighter Typhoon dan sistem pemantauan teknis mereka.

Dassault juga menggunakan Aircraft Health Management System (AHMS) pada Rafale, SAAB menggunakan Health and Performance Monitoring System (HUMS) pada Gripen, dan HAL India menggunakan Health Monitoring System pada Gripen di San Tejas.

Bahkan industri penerbangan Tiongkok menggunakan sistem pemantauan kesehatan pada pesawat J-10 dan JF-17 miliknya.

Kekhawatiran Indonesia bukan pada perangkat lunak F-35, namun pada implikasi geopolitiknya.

Kekhawatirannya adalah bahwa data sensitif di masa depan dapat jatuh ke tangan sekutu—musuh—dari negara-negara yang telah diputuskan untuk didukung oleh Amerika Serikat.

Faktanya, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana keamanan nasional dipertahankan ketika lembaga-lembaga lain mempunyai informasi rinci tentang program-programnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours