Mengail ceruk busana muslim nasional

Estimated read time 5 min read

Mataram dlbrw.com – Suminah bersama 13 perempuan tampak berkonsentrasi pagi itu dengan berbagai alat menjahit dan latihan di atas meja kayu yang dilapisi kain berwarna coklat di sebuah hotel di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Di meja paling jauh terdapat laptop dengan layar bercahaya yang menampilkan tiga desain busana muslimah bertema etnik yang dipadupadankan dengan bahan kain. Satu desain adalah setelan rok dan dua desain lainnya adalah setelan celana panjang.

Saat itu, Suminah dan para gadis mengikuti masa inkubasi, yaitu program pelatihan dan pengembangan bisnis outlet fashion. Mereka mengikuti program inkubasi selama 2 bulan dan akan berlanjut hingga Oktober 2024.

“Inkubasi menambah pengalaman saya membuka rumah mode dan juga menjadi guru mode di sebuah sekolah menengah kejuruan,” kata pria berusia 44 tahun itu saat kami temui pada akhir Juli lalu.

Pemerintah Nusa Tenggara Barat (NTB) berupaya menjadikan NTB menjadi kiblat fesyen muslim nasional melalui tangan para peserta inkubasi yang diharapkan mampu menghidupkan kembali industri fesyen muslim.

Suminah menilai enam bulan pelatihan dan pengajaran tidak cukup untuk menjadikan mereka sebagai motor penggerak fesyen muslim. Namun sekolah yang mudah diakses ini dapat memberikan persiapan dasar untuk memasuki dunia bisnis.

Di ruang kelas tempat mereka belajar, delapan boneka plastik berbalut baju muslim menjadi bukti keseriusan mereka. Bahkan, ke-14 peserta inkubasi tersebut membentuk konsorsium pelaku usaha fesyen bernama Inka.

Dunia fashion memang tidak ada habisnya. Beragamnya produk fesyen yang dipajang dalam kotak kaca di kawasan pusat perbelanjaan merupakan hasil karya pemikiran dan kreativitas yang mengiringi setiap guratan tinta dan benang desainer yang dilukis oleh para penjahit.

Setiap jenis busa yang menempel pada tubuh seseorang dapat mencerminkan karakter dan kepribadian. Warna-warna indah yang tergabung dalam setiap pakaian mencerminkan visi dan imajinasi penciptanya.

Itu terus berkembang

Pada bulan Desember 2023, The State Global Islamic Economy melaporkan bahwa konsumsi global fesyen Muslim akan mencapai $318 miliar pada tahun 2022. Angka pengeluaran ini diperkirakan akan terus tumbuh sebesar 6,1% dan mencapai $428 miliar pada tahun 2027.

Indonesia menempati peringkat ketiga dunia dalam industri fesyen muslim berdasarkan indikator finansial, pengetahuan, sosial dan inovasi. Posisi pertama dan kedua ditempati oleh Turki dan Malaysia.

Pasca pandemi COVID-19 yang melumpuhkan seluruh sektor perekonomian selama dua tahun, industri fesyen muslim kembali pulih ditandai dengan pembaharuan merek-merek lama dan banyak bermunculan merek-merek baru.

Dalam buku berjudul “Rencana Besar Industri Halal Indonesia 2023-2029” disebutkan bahwa fesyen muslim erat kaitannya dengan ekonomi kreatif dan merupakan salah satu industri padat karya yang berperan dalam menyerap banyak tenaga kerja.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyebutkan kontribusi fesyen di Indonesia mewakili 17,6% dari total nilai tambah ekonomi kreatif nasional sebesar Rp 225 triliun pada tahun 2022.

Industri fesyen menyerap 17% tenaga kerja, atau setara dengan 25 juta lapangan kerja, dan menghasilkan devisa hingga $16,47 miliar.

Jika Indonesia mempunyai ambisi untuk memajukan industri fesyen muslim dengan meningkatkan brand dan awareness, serta pengembangan usaha dengan meningkatkan kapasitas dan permodalan sehingga menempati posisi pertama dunia fesyen muslim, Nusa Tenggara Barat (NTB) pun demikian. berkomitmen untuk menjadi kolaborator dalam fesyen muslim.

Kepala Dinas Perindustrian NTB Nuryanti mengatakan, pihaknya sudah mulai membangun ekosistem fesyen muslim. Sektor ini terlibat dalam pertanian, peternakan dan manufaktur.

Menurutnya, ekosistem fesyen muslim sangat luas dan tujuannya adalah menciptakan lapangan kerja jangka panjang bagi Generasi Z, sekaligus melestarikan budaya yang ada.

Busana muslim merupakan perpaduan mahakarya yang mengedepankan prinsip kesopanan yang diungkapkan dalam Alquran dan hadis. Saat ini, pakaian muslim juga telah menjadi gaya hidup yang berpotensi membawa perekonomian nasional secara berkelanjutan.

Ciri-ciri tenun yang umum

Statistik perkebunan Indonesia yang diterbitkan Kementerian Pertanian mencatat Nusa Tenggara Barat menjadi salah satu daerah penghasil kapas dengan produksi sebesar 68 ton dari luas perkebunan 150 hektar pada tahun 2020.

Tanah NTB yang subur menghasilkan kapas sehingga memudahkan para penenun dalam mencari bahan baku pembuatan kain untuk industri fesyen muslim.

Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, merupakan salah satu desa penghasil tekstil produktif di Nusa Tenggara Barat. Dari 12.000 penduduk yang tinggal di desa tersebut, 3.200 diantaranya merupakan perajin tenun.

Tenun merupakan budaya yang erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat di Nusa Tenggara Barat. Budaya menenun kini didorong ke arah yang lebih bernilai ekonomi.

Pemerintah NTB menyebutkan, ada 15 pola tenun yang sudah memiliki sertifikat Hak Kekayaan Intelektual atau HKI. Tersedianya pola tenun yang memiliki hak cipta akan memperkuat industri fesyen muslim di Nusa Tenggara Barat agar tidak mudah ditiru oleh industri fesyen di daerah atau negara lain.

Pemerintah NTB saat ini sedang meneliti sekitar 200 pola tenun untuk mendapatkan sertifikat HKI.

Desainer Indonesia Fashion Chamber (IFC) Cindy Lavina mengungkapkan, brand wisata halal yang diusung di Nusa Tenggara Barat menjadi kekuatan dalam pengembangan industri fesyen muslim di kawasan berjuluk Negeri Seribu Masjid itu.

Untuk mencapai hal tersebut, kualitas sumber daya manusia dari hulu hingga hilir harus ditingkatkan agar mampu mengelola wisata halal dan industri fesyen muslim secara bersamaan.

Tenun bukan lagi sekedar kain. Setiap pola memiliki budaya dan cerita yang mendalam. Pembuatan selembar kain bisa memakan waktu hingga 3 hari.

Mengenakan produk busana muslim karya perajin lokal tidak hanya berkontribusi terhadap perekonomian daerah dan nasional. Ditambah lagi senyuman tersungging di bibir para inaq (nama ibu dalam bahasa Sasak) yang sehari-harinya menenun benang menjadi kain.

Penerbit : Achmad Zaenal M

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours