Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual, Ini Cara Pulihkan Traumanya Menurut Dokter

Estimated read time 2 min read

dlbrw.com, JAKARTA – Anak korban kekerasan seksual berisiko tinggi mengalami stres, rendah diri, depresi, kecemasan, pikiran untuk bunuh diri, dan gangguan perilaku seksual, lapor Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Menurut IDAI, untuk memulihkan kesehatan mental korban, dukungan dan bantuan optimal dari berbagai pihak sangat diperlukan.

“Kami membutuhkan bantuan dari psikolog, bantuan dari gugus tugas terkait termasuk dari orang tua, lingkungan sekitar dan orang-orang terdekat kami agar korban dapat pulih karena jika (kekerasan seksual) terjadi sangat sulit untuk menghilangkan trauma psikologisnya. kata salah satu anggota tim, “Sudah lama sekali,” kata Prof Dr Mita Damayanti Departemen Perlindungan Anak Pusat IDAI dalam diskusi media yang digelar secara online, Kamis (20/6/2024). .

Meta mengatakan, seluruh anak korban kekerasan seksual dapat mengalami dampak psikologis dan fisik yang berbeda-beda, baik laki-laki maupun perempuan. Jangan sampai, kata dia, ada perbedaan dalam hal perawatan atau bantuan.

“Anak laki-laki banyak yang juga menjadi korban, dan menanggung beban psikologis yang sama. Dia juga akan melalui proses pemulihan yang sulit, sehingga tidak perlu ada konflik,” kata Meta.

Ia mengatakan, menghilangkan trauma psikologis pada anak korban kekerasan seksual sangatlah sulit dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Apalagi jika korbannya adalah anak kecil yang belum bisa mengendalikan emosinya.

Menurut Meta, anak kecil korban kekerasan seksual biasanya kesulitan menganalisis apa yang dialaminya. Seiring berjalannya waktu, anak akan semakin gugup, cemas, dan takut meski melihat seseorang yang mirip dengan pelaku.

“Korban kekerasan seksual yang berusia muda akan merasakan dampaknya dalam jangka waktu yang lebih lama dibandingkan dengan anak yang lebih tua karena dari segi usia perkembangan, anak yang lebih tua lebih mampu mengelola emosinya,” kata Mita.

Meta juga menyarankan agar proses pertolongan dan penyembuhan korban kekerasan seksual perlu dilakukan secara hati-hati. Misalnya saja saat menanyakan kronologis kejadian atau ciri-ciri pelaku, jangan sampai membuat anak merasa tertekan.

“Kita juga harus berhati-hati dalam menghadapi korban. Jika kita menanyakannya berkali-kali tanpa memperhitungkan kondisi psikologis korban, maka kita melakukan tindakan kekerasan terhadap korban kekerasan tersebut,” kata Meta.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours