Rektor UP: Pendidikan Karakter Dicontohkan Bukan Sekadar Diajarkan

Estimated read time 4 min read

Pendidikan moral ibarat landasan yang kokoh untuk menciptakan kesuksesan seseorang. Lebih dari sekedar kecerdasan mental, kepribadian yang kuat adalah kunci kesuksesan dalam hidup. Rektor Universitas Pancasila Prof Marsudi W. Kisworo mengatakan keberhasilan hanya ditentukan 10% oleh kecerdasan dan 90% oleh sikap, hal ini bukan sekedar pernyataan namun fakta yang terbukti.

Ia juga mengatakan bahwa saat ini, belajar sopan santun lebih penting. Fungsi fisik pada akhirnya akan digunakan oleh mesin pintar atau kecerdasan buatan, namun apa yang tidak dapat diwakili oleh kecerdasan buatan apa pun disebut perilaku manusia.

Dalam kuliah umum Fakultas Psikologi pada Selasa (20/9) di kampus Universitas Pancasila, Depok, ia membahas topik 3 kesalahan besar dalam pendidikan: peran mahasiswa sebagai agen perubahan.

Sayangnya, pendidikan moral masih menjadi tugas rumah tangga di Indonesia. Sebab, sistem pendidikan kita tidak memberikan kesempatan untuk mengembangkan karakter yang baik.

Jadi kalau saya lihat masalah perilaku belajar, bukan hanya masalah belajar saja, harus praktek dalam perilaku mengajar, saya bilang ada 10 dosa dalam pendidikan kita, bukan hanya dari pihak siswa tapi dari pihak para siswa. Bagaimana sistem pendidikan kita saat ini tidak bisa membuat anak atau siswa berprestasi.ā€

Ia mencontohkan model pengajaran Tut Wuri Handayani yang dianggap ketinggalan jaman. Dia berkata: “Kebenaran adalah Lagu Eng Negreso Tolodo.

Tidak perlu berkreasi dengan model ini. ā€œSiswa harusnya mencontoh gurunya, nyatanya kalau keteladanan tidak sesuai dengan apa yang diajarkan guru, maka siswa itu salah.

Kepala sekolah berkata: Sistem pendidikan kami tidak mengizinkan siswa untuk bekerja sama satu sama lain. Dengan sistem rangking, siswa tetap diajak berkompetisi. Faktanya, banyak sekolah yang menggabungkan anak-anak cerdas dan pintar, sehingga menimbulkan persaingan di antara mereka. ā€œItu menghancurkan makna kerja sama,ā€ katanya.

Oleh karena itu, menurutnya, tidak heran jika olahraga di Indonesia lebih sukses pada kompetisi olahraga individu, bukan tim atau kelompok. Sebab pendidikan tidak mengajarkan kerjasama dan kolaborasi.

Beliau juga mengatakan: Sekolah kami belum memanfaatkan dan menemukan bakat semua siswa. Namun, setiap orang mempunyai kelebihan dan bakatnya masing-masing. Gubernur mengatakan: Sekolah harus mencari bakat dan tidak menutupi bakat lain. Anak-anak yang tidak pandai matematika dan fisika tetapi pandai bola basket harus belajar bola basket atau matematika agar bakat bola basketnya tidak terbunuh.

Belajar di Indonesia hanya diperuntukkan bagi siswa yang pandai dan hanya diperuntukkan bagi siswa yang mempunyai nilai akademis yang tinggi, misalnya jika nilai matematikanya 9, fisika nilainya 9 yang namanya anak pintar. ā€œItu tidak menunjukkan rasa hormat terhadap intelijen,ā€ katanya.

Hikmah lainnya, menurut Profesor Marsoudi, sekolah kita belum menggunakan ciri-ciri generasi sekarang. Menurutnya, generasi sekarang yang dikenal dengan sebutan Milenial dan Gen Z memiliki karakteristik yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Oleh karena itu, proses belajar mengajar harus berbeda dan disesuaikan dengan karakteristiknya.

ā€œGenerasi sekarang sudah berubah, sekarang generasi millenial, generasi z lebih terbuka, jago banget main gadget, temannya bukan fisik. Punya 5K teman tapi hanya 3 teman fisik, begitulah jadinya punya untuk mengajar guru mereka berubah, “katanya.

Di satu sisi, guru masih mempunyai model lama yang belum dipahami oleh generasi sekarang. Akibatnya, siswa tidak terdidik dengan baik untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini.

Ia juga berpesan agar para guru dan pendidik memahami perubahan budaya yang terjadi saat ini. Perubahan tidak hanya terjadi di Indonesia, namun di seluruh dunia. Era globalisasi, termasuk penjualan budaya global, sedang menyebar ke seluruh dunia. Ia menjelaskan: Oleh karena itu, yang harus dilakukan bukanlah meyakinkan siswa untuk berubah, tetapi kita sendiri yang harus mengubah cara menjadikan siswa seperti ini dan membimbing mereka selamanya.

Menurut kepala sekolah, untuk memperbaiki keadaan tersebut dapat dilakukan penyesuaian kurikulum. Ia pun menilai kurikulum yang ada saat ini belum sesuai. Struktur kurikulum sekolah dasar dan menengah hendaknya lebih mengutamakan pembentukan karakter. Sebaliknya, untuk tingkat menengah, penekanannya diberikan pada penguatan keterampilan, termasuk Kalistang dan sains, pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

ā€œMakanya struktur pendidikan harus diubah karena perilaku itu dasarnya, karakter seseorang tidak bisa dipelajari kalau tidak bisa dijadikan dasar dari SD sampai tamat SD. Sekolahnya mengatakan apakah seorang anak suka di-bully atau tidak, sudah jelas sejak usia dini.

Sementara itu, berdasarkan pidato publik tersebut, Ketua Fakultas Psikologi Awal Al-Din Tajallah menilai acara ini merupakan kegiatan normal para guru. Dalam acara ini diperkenalkan pakar Rosprita Putri Otami, Kepala Pusat Pemberdayaan Manusia Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia. Topik ini dipilih karena adanya kebutuhan mendesak untuk membentuk karakter pemimpin masa depan. Beliau bersabda: ā€œBanyak orang yang mempunyai kecerdasan tinggi namun kualitas sikapnya tidak memenuhi syarat. Oleh karena itu, diharapkan kegiatan ini dapat mengembangkan karakter yang baik dan meningkatkan pemahaman siswa akan pentingnya pembentukan karakter.

Beliau juga menyatakan bahwa pendidikan yang diinginkan tidak hanya pendidikan tinggi saja tetapi juga pendidikan dasar di pegunungan tinggi.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours