Akademisi: Aturan CCS harus mampu tangkap peluang ekonomi

Estimated read time 3 min read

Jakarta (ANTARA) – Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Parulian Paidi Aritonang mendesak pemerintah memanfaatkan peluang ekonomi untuk memenuhi kepentingan yang lebih luas terkait peraturan konservasi karbon (CCS) khususnya di sektor ketenagalistrikan. .

“Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memenuhi permintaan listrik yang terus meningkat sekaligus mengurangi jejak karbon. Pemerintah juga harus menjaga harga listrik tetap terjangkau bagi konsumen dan dunia usaha,” ujarnya di Jakarta, Senin.

Hal itu disampaikannya usai menerbitkan dua aturan penting terkait CCS, yakni Perpres 14/2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon dan Keputusan Menteri ESDM 2/2023 tentang Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Bahan Bakar. dan Kegiatan Niaga Gas.

Menurutnya, teknologi CCS memiliki potensi tidak hanya untuk menghemat emisi karbon dari pembangkit listrik, namun juga membantu mempercepat transisi energi negara.

Sementara itu, sebagaimana disampaikan Expert Advisor PT ESSA Haposan Napitupulu, penerapan CCS pada bisnis hulu migas tidak menjadi masalah karena biayanya disesuaikan dengan cost recovery.

Namun berbeda dengan sektor hilir seperti energi, industri, dan transportasi yang tidak memiliki mekanisme cost recovery, ujarnya dalam diskusi kelompok (FGD) bertajuk “Pemanfaatan Teknologi CCS”.

Menurutnya, Kementerian ESDM harus memetakan wilayah kerja migas yang sudah tidak efisien atau cadangannya sudah habis dan membuka data peralatan permukaan kepada penghasil karbon untuk dijadikan penyimpan karbon yang dihasilkan industri hilir.

Saat ini, lanjutnya, belum ada landasan hukum khusus yang mengatur tata cara penerapan CCS di bidang ketenagalistrikan. Peraturan yang berlaku saat ini, seperti Perpres 14/2024. Perintah tersebut hanya mengatur rencana pelaksanaan CCS di sektor sungai.

Oleh karena itu, lanjutnya, perlu adanya aturan khusus untuk mengelola produksi CO2 dengan menggunakan teknologi CCS pada sektor ketenagalistrikan agar tidak berdampak pada kenaikan BPP.

Di sisi lain, Ridha Yasser, Asisten Deputi Energi Kementerian Koordinasi Kemaritiman dan Investasi RI, menjelaskan penerapan CCS di berbagai sektor memiliki peran penting dalam upaya penurunan emisi karbon global.

“Saat ini, pemerintah terus berupaya untuk memberikan peraturan yang komprehensif untuk diterapkan di bidangnya. Peraturan CCS akan diterapkan, yang akan memungkinkan kita bersaing dengan negara lain untuk mendapatkan peluang melaksanakan proyek karbon sebagai agenda global.” dia berkata

Didi Setyadi, Ketua Asosiasi Profesi Hukum Migas dan EBT, menekankan pentingnya pemanfaatan cadangan karbon Indonesia untuk kepentingan dalam negeri.

“Kita harus mengikuti, mengadopsi, menggunakan teknologi baru. Kita harus menaikkan biaya. Jadi apakah biaya ini ekonomis atau tidak ekonomis dibandingkan harga jual listrik itu sendiri? Jadi itu masalahnya,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, VP Legal, Policy and Compliance PT PLN (Persero) Nurlely Aman menyampaikan komitmen PLN untuk mendukung penggunaan teknologi CCS di sektor ketenagalistrikan Indonesia.

Namun, dia mengingatkan, perhatian harus diberikan pada hasil ekonomi pihak-pihak yang bukan pengelola migas.

Menurutnya, monetisasi sumur yang sudah habis/cadangan yang belum terpakai harus ditingkatkan dan peraturan terkait CCS harus dibuat, sebagai alat untuk mengurangi emisi dan sebagai tambahan pendapatan pemerintah.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours