Anak Idap Mata Malas, Dokter Ingatkan Segera Tangani untuk Cegah Kebutaan Saat Dewasa

Estimated read time 3 min read

dlbrw.com, JAKARTA – Mata malas atau ambliopia merupakan salah satu kelainan mata yang sering menyerang anak-anak. Mata malas adalah suatu kondisi dimana salah satu atau kedua mata tidak berkembang dengan baik sejak usia dini. Oleh karena itu, otak lebih memilih menggunakan mata yang lebih kuat dan mengabaikan mata yang lebih lemah.

Dokter Spesialis Mata Feti Karfiati Memed dari Rumah Sakit Mata (RS) Cicendo mengingatkan kita untuk mengobati mata malas atau ambliopia pada anak-anak untuk mencegah kebutaan saat dewasa. Dalam keterangannya di Batavia, Rabu (9/1/2024), Feti mengatakan penyebab paling umum hilangnya penglihatan pada orang dewasa berusia 20 hingga 70 tahun adalah ambliopia yang tidak ditangani secara memadai pada masa kanak-kanak.

“Hanya anak-anak yang bisa mengalami ambliopia. Jika tidak ditangani pada masa kanak-kanak, hal ini dapat mengakibatkan hilangnya penglihatan secara permanen,” ujarnya.

Dan katanya, ambliopia adalah penurunan perkembangan penglihatan yang terjadi ketika otak tidak menerima rangsangan normal dari mata. Menurutnya, ambliopia seringkali disebabkan oleh kelainan refraksi yang salah, strabismus atau mata lewat, serta kelainan mata seperti katarak.

Tes penglihatan usia sekolah sebenarnya mungkin terlambat, kata Feti, karena ambliopia menjadi sulit setelah 5 tahun pengobatan. Selain itu, jika terapi dilakukan setelah usia 8-10 tahun, dapat terjadi kehilangan penglihatan permanen.

Anak-anak yang berisiko terkena ambliopia antara lain adalah mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan strabismus atau memiliki mata juling, mata malas, atau menggunakan kacamata sejak kecil. Ia mengatakan riwayat kesehatan, seperti keguguran atau diabetes yang baru diderita, juga dapat meningkatkan risiko ambliopia. Selain itu, riwayat gangguan mata seperti mata lewat, mata berair, ptosis, dan gangguan penglihatan juga harus diperhatikan.

Skrining terhadap janin sebaiknya dilakukan pada usia kurang lebih 35 bulan atau 0 hingga 2 tahun riwayat kesehatannya, termasuk adanya gangguan mata pada keluarganya. Lalu periksa penglihatannya, kenapa mata bergerak atau nistagmus, lalu mata tidak berhenti bergerak, lalu bagaimana posisi mata, apakah ada udang dan pantulan di kornea, dan menutupi godaan untuk melihat apakah ada. benar atau tidak,” kata Feti.

Pada pemeriksaan selanjutnya dilanjutkan hingga usia 36-47 bulan atau kurang lebih 3-4 tahun. Pada usia ini anak akan mampu mengukur ketajaman penglihatan dan mengidentifikasi lebih dari 20/50 garis optotipe pada setiap mata.

Ia mengatakan, pemeriksaan dilakukan pada jarak 10 kaki atau 3 meter dan mata yang tidak diperiksa ditutup dengan baik. Skrining selanjutnya dilakukan ketika anak sudah berusia lebih dari 60 bulan atau 5 tahun, katanya, dimana anak diharapkan dapat mengidentifikasi sebagian besar optotipe pada baris 20/30 di setiap mata, dan disaring kembali pada saat skrining. direkomendasikan setiap tahunnya.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi mengatakan, sebagian pendanaan kesehatan untuk ambliopia atau kasus anak lainnya akan ditanggung oleh BPJS, jika pesertanya dilaporkan.

“Pada kesempatan Hari Kesehatan Mata ini kami ingin memberikan imbauan kepada masyarakat, terutama untuk dideteksi pada pagi hari, dan perlukah penguatan guru di sekolah agar dapat memberikan perhatian kepada siswa. Jika siswa duduk pada jarak tertentu , tapi tidak tahu “baca”, sebaiknya segera dikonsultasikan, kata Nadia.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours