APPBI bagi strategi untuk perajin batik bertahan saat daya beli turun

Estimated read time 3 min read

Jakarta dlbrw.com – Ketua Asosiasi Pengrajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI) Komar Kudiya memaparkan strategi agar perajin batik lokal bisa bertahan di tengah gempuran daya beli yang menurun.

Menurutnya, para perajin batik juga perlu menciptakan karya yang masih terjangkau dengan kondisi perekonomian masyarakat saat ini, sehingga para perajin dapat memperoleh penghasilan selain produk-produk yang bernilai seni tinggi, yang disebut dengan produk kerajinan.

“Kita tidak hanya harus konsisten memproduksi batik dari kalangan menengah atas yang bekerja keras, tapi kita juga harus mulai tidak terlalu idealis terhadap tujuan yang ingin dicapai. Makanya kami juga memproduksi batik dari kalangan menengah ke bawah. untuk mengisi segmen menengah ke bawah juga,” kata Komar, Selasa di Jakarta.

Menurutnya, langkah ini juga penting untuk memberantas batik “palsu” yang menurutnya tersebar di masyarakat dan berasal dari luar negeri, yang tentunya merugikan pelaku industri mikro seperti perajin batik di Indonesia.

Komar menjelaskan, di pasaran khususnya ritel online, produk kain bermotif batik disamarkan sebagai batik padahal kainnya belum melalui proses pembatikan atau kainnya sudah diolah dengan lilin. atau lilin.

Sebenarnya batik asli baik batik tulis maupun batik cap yang sudah ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda oleh UNESCO harus diolah dengan bahan lilin atau wax.

Agar tidak kalah bersaing dengan penjual batik yang lalai, ia yakin perajin batik lokal juga harus mampu menyasar pasar kelas bawah hingga menengah.

Tidak diperlukan motif yang terlalu rumit. Para perajin bisa membuat batik tulis atau batik tulis dengan motif yang sederhana sehingga produknya tetap bisa menjadi produk yang ekonomis dan tetap menjadi pilihan masyarakat dari berbagai kalangan.

“Kami (pengrajin lokal) harus mengisinya. Misalnya, jika spesimen mahal diburu, sayang sekali. Kita tahu bahwa ada persaingan dengan produk palsu, namun semakin banyak produk palsu. “Itu bisa dikendalikan,” kata Komar.

Pria yang juga akademisi Program Studi Kriya Tekstil Institut Teknologi Bandung (ITB) ini juga mengatakan, selain perlunya adaptasi para perajin batik, ke depan juga diperlukan peran pemerintah untuk memberikan landasan hukum. menciptakan payung yang membela perajin batik. .

Perlindungan hukum yang perlu diciptakan salah satunya adalah terkait pentingnya pendaftaran merek Batik Indonesia yang mewakili merek atau identitas Batik Indonesia sebagai produk intelektual.

Sehingga kain batik yang tidak memiliki BMI dan tidak memenuhi standar kedepannya tidak dapat beredar lagi di pasaran, sehingga kain batik asli dapat mendominasi pasar dalam negeri.

“Karena di media sosial banyak penjualnya, ada tanda-tandanya ada tulisan batik, itu batik sutra dan lain-lain. Namun kenyataannya tidak demikian. Lalu bagaimana cara menghentikannya? Mengapa dipersingkat.”? Atau memang ditulis sedemikian rupa sehingga harus ada payung hukumnya, kata Komar.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours