Asbanda: Kesiapan IT tentukan keberhasilan BPD hadapi ancaman siber

Estimated read time 2 min read

JAKARTA (ANTARA) – Direktur Asosiasi Pembangunan Daerah (Asbanda) Yuddy Renaldi mengingatkan, kesiapan pemanfaatan teknologi, termasuk pelatihan tenaga kerja dan pengetahuan keamanan teknologi informasi (TI), menjadi penentu BPD bisa menghadapi ancaman serangan siber.

Yudi dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, mengatakan ancaman serangan siber memang menjadi tantangan serius bagi industri perbankan. Dalam konteks ini, Badan Pembangunan Daerah (BPD) tidak kebal terhadap ancaman serangan siber.

Mengingat ancaman serangan siber yang semakin meningkat dan canggih seiring dengan kemajuan teknologi, Asbanda dan BPD Kalimantan Barat (Kalbar) atau Bank Kalbar turut serta dalam diskusi nasional bertajuk “Ancaman Siber Bagi BPD di Era Digital” sepanjang . Indonesia 》Di Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat pada Kamis (8 Agustus).

Konferensi ini juga menghadirkan banyak pakar di bidangnya, antara lain Wakil Presiden Bidang Publisitas dan Kepatuhan PPATK Fithriadi dan Wakil Presiden Bidang Kewirausahaan Kepemimpinan Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen OJK Rizal Ramadhani.

Selain itu, Brigjen Pol Yusup Saprudin, Direktur Badan Intelijen Nasional (BIN) Wilayah Kalimantan Barat, dan Eko B. Supriyanto, Direktur Infobank Media Group, juga turut hadir dalam pertemuan tersebut.

Saat itu, Kepala BIN Wilayah Kalimantan Barat Brigjen Yusup Saprudi mengungkapkan beberapa temuan mengenai lemahnya kapasitas perekonomian daerah terhadap serangan siber, salah satunya adalah perekonomian perbankan lebih fokus pada digital dibandingkan transformasi nasabah.

Ia juga mengingatkan bahwa investasi digital harus dikaitkan dengan investasi di bidang keamanan siber, termasuk kesadaran keamanan siber di seluruh pegawai BPD.

Yusup mengatakan di sisi lain, ancaman serangan cybercrime terhadap perbankan di kawasan semakin sulit. BPD menghadapi banyak ancaman serius, mulai dari phishing dan rekayasa sosial, malware dan ransomware, hingga cryptojacking.

Fithriadi, Deputi Direktur Publisitas dan Pengawasan Pusat Pelaporan dan Penelitian Keuangan (PPATK), mengatakan serangan siber tersebut dilakukan dengan memanfaatkan kerentanan keamanan TI.

Fithriadi menjelaskan, salah satu caranya adalah dengan mengikuti skrip pengguna untuk mengakses BI-Fast sehingga rekening bank bisa diubah tanpa verifikasi oleh perusahaan yang menyalinnya.

“Kebanyakan hacker menggunakan akhir pekan untuk melakukan pekerjaannya karena transaksi bank dan data BI-Fast diproses pada hari kerja,” ujarnya.

Secara hukum, Badan Jasa Keuangan (OJK) juga mengkhawatirkan keamanan data nasabah dari serangan siber. OJK telah menerbitkan laporan transformasi digital industri jasa keuangan (IJK), termasuk perbankan.

Wakil Presiden OJK Bidang Pelaku Usaha dan Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan Rizal Ramadhani menjelaskan, rencana tersebut diumumkan melalui Peraturan OJK (POJK) No. 11 Tahun 2022 tentang Teknologi Keuangan Usaha dan POJK No. 21 Tahun 2023 tentang Pelayanan pada Bank Umum.

Hal inilah yang mengatur tingkat kepatuhan perbankan dalam penggunaan teknologi yang bertanggung jawab, kata Rizal.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours