Bank DBS Indonesia perhatikan aspek ESG untuk kucurkan pendanaan

Estimated read time 2 min read

JAKARTA (ANTARA) – Bank DBS Indonesia selalu mengkaji kesiapan berbagai proyek dari perspektif lingkungan, pembangunan berkelanjutan, dan tata kelola (ESG) sebelum mengucurkan dana untuk berbagai proyek transformasi energi di Indonesia.

“Langkah ini merupakan bagian dari mendorong pembiayaan berkelanjutan di bidang keuangan korporasi,” kata Heru Gautama Hatman, Direktur Eksekutif Bank DBS Indonesia dan Direktur Eksekutif Institutional Banking Group, di Jakarta, Kamis.

Dalam panel bertajuk “Transition Finance: Catalyzing Climate Ambition at the Sustainability Action for the Future Economy (SAFE) 2024” yang diselenggarakan oleh Katadata, ia mengatakan keuangan berkelanjutan adalah ekosistem kebijakan, peraturan, norma, standar dan produk keuangan adalah transaksi dan layanan. yang menggabungkan kepentingan ekonomi, ekologi dan sosial ketika mendanai kegiatan berkelanjutan.

“Proyek transisi energi di Indonesia saat ini mempunyai berbagai peluang dan risiko. Termasuk perubahan (risiko) penilaian barang di pasar. Hal ini berimplikasi pada pertimbangan investasi di berbagai proyek transisi energi,” kata Heru.

Ia menambahkan, Bank DBS Indonesia juga mendorong lebih banyak perusahaan lokal untuk berpartisipasi dalam transisi energi di Indonesia. Misalnya saja penyediaan panel surya yang seharusnya diproduksi di dalam negeri. Produk lokal bisa diserap, mengurangi impor.

“Ekosistem seperti ini penting untuk melibatkan entitas lokal. Misalnya saja saat ini mereka memberikan pendanaan kepada produsen panel surya di India yaitu ReNew Power,” kata Heru.

Perusahaan juga telah menunjukkan komitmennya terhadap transisi energi dengan bergabung dengan Net-Zero Banking Alliance (NZBA) dan Glasgow Financial Alliance for Net-Zero (GFANZ). Ini adalah aliansi gabungan bank-bank yang telah menetapkan tujuan untuk mencapai nol emisi CO2 di tingkat global.

Masyita Crystallin, partner di Systemiq Asia-Pacific dan direktur keuangan dan kebijakan berkelanjutan, mengatakan pendanaan transisi energi di Indonesia memerlukan ekosistem yang matang. Unsur-unsur ekosistem terdiri dari implementasi, regulasi, dan investasi.

“Kita juga perlu memperhatikan taksonomi keuangan kita, apakah konsisten dengan negara-negara ASEAN misalnya.” “Itu akan memudahkan pembiayaan dan memfasilitasi terciptanya ekosistem yang sehat,” kata Masyta dalam sesi yang sama.

Sustainability Action for the Future Economy (SAFE) merupakan forum tahunan yang diselenggarakan oleh Katadata Indonesia sejak tahun 2020.

SAFE membahas permasalahan dan solusi pembangunan ekonomi berkelanjutan. Forum ini mempertemukan seluruh pemangku kepentingan pemerintah, korporasi dan industri, organisasi masyarakat sipil dan masyarakat untuk mengeksplorasi pengalaman, strategi dan tindakan nyata untuk perekonomian berkelanjutan di Indonesia.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours