JAKARTA (ANTARA) – Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan di Asia Timur dan Pasifik akan melambat menjadi 4,8 persen pada tahun 2024. Hal itu tertuang dalam laporan Prospek Ekonomi Dunia Bank Dunia yang diterima di Jakarta, Selasa.
Pertumbuhan di Timur Tengah diperkirakan akan terus melambat menjadi 4,2% pada tahun 2025 dan 4,1% pada tahun 2026, seiring dengan terus melambatnya pertumbuhan di Tiongkok dan pertumbuhan negara-negara lain di kawasan ini.
Dibandingkan dengan perkiraan bulan Januari, pertumbuhan di Asia Timur dan Pasifik akan menurun sebesar 0,3 poin persentase pada tahun 2024 dan 0,2 poin persentase pada tahun 2025.
Pertumbuhan Tiongkok akan melambat menjadi 4,8% pada tahun 2024, 0,3 poin persentase lebih tinggi dari perkiraan bulan Januari, terutama karena lapangan kerja lebih kuat dari perkiraan pada awal tahun 2024, terutama ekspor.
Setelah meningkat pesat pada tahun 2023, konsumsi akan melambat pada tahun 2024 karena melemahnya kepercayaan konsumen.
Pertumbuhan investasi masih lemah, didukung oleh belanja pemerintah namun dipengaruhi oleh kelemahan jangka panjang di pasar properti.
Perumahan diperkirakan tidak akan stabil hingga akhir tahun, didukung oleh langkah-langkah stimulus ekonomi. Pertumbuhan akan semakin melemah menjadi 4,1% pada tahun 2025, 0,2% lebih rendah dari perkiraan bulan Januari, terutama karena resesi, dan akan turun menjadi 4% pada tahun 2026 karena penurunan output, melemahnya investasi, dan pertumbuhan populasi membebani perekonomian. pemblokiran
Di kawasan Asia-Pasifik, kecuali Tiongkok, lapangan kerja diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,6% pada tahun 2024, menyusul pertumbuhan yang lebih rendah pada tahun lalu. Pertumbuhan akan mendukung peningkatan perdagangan internasional, yang berdampak baik bagi ekspor dan perdagangan, serta mengimbangi dampak pelemahan. Pembangunan di Tiongkok.
Tingkat lapangan kerja diperkirakan akan mencapai rekor tertinggi di beberapa negara pengekspor, termasuk Thailand dan Vietnam.
Pemulihan perjalanan global dari pandemi ini hampir selesai, namun berlanjut di Asia Timur dan Pasifik, dimana pembukaan kembali perjalanan berjalan lambat di banyak negara, khususnya di Tiongkok. Hal ini memfasilitasi ekspor jasa ke banyak negara, termasuk Kamboja dan Thailand.
Pada tahun 2025, tingkat pertumbuhan bisa mencapai 4,7%, lalu 4,8%? ? ? ? ? Bagikan bakat mereka.
Sementara itu, meskipun sentimen risiko di kawasan ini telah menjadi lebih seimbang sejak bulan Januari, namun sentimen tersebut masih cenderung mengarah ke sisi negatifnya.
Risiko-risiko negatifnya mencakup meningkatnya konflik dan ketegangan geopolitik global, semakin memburuknya kebijakan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah dari perkiraan, serta dampak negatifnya terhadap kawasan yang lebih luas.
Bencana finansial dan alam yang lebih buruk dari perkiraan, termasuk kejadian cuaca ekstrem yang lebih sering terjadi akibat perubahan iklim, khususnya angin topan dan banjir, juga dapat menyebabkan pertumbuhan yang lebih lambat dari perkiraan.
Di sisi lain, perkiraan pertumbuhan yang lebih cepat di Amerika Serikat (AS) berdampak positif terhadap kinerja regional. Baca Juga: OJK: Perekonomian Indonesia Terkuat di Asia Timur-Pasifik Baca Juga: Bank Dunia: Asia-Pasifik Butuh Infrastruktur, Reformasi Pendidikan
+ There are no comments
Add yours