Banyak pasien atrial fibrilasi Indonesia masih di usia produktif 

Estimated read time 2 min read

Jakarta (ANTARA) – Guru Besar Aritmia Universitas Indonesia, Prof. Dr. Yoga Yuniadi Sp.JP(K) FIHA FAsCC mengatakan, pasien yang menderita atrial fibrilasi (AF) atau aritmia jantung di Indonesia masih terjadi pada usia yang lebih tua, yakni sekitar 40 hingga 65 tahun.

“Sebagian besar pasien fibrilasi atrium kami berusia antara 40 dan 65 tahun. Apa artinya ini? Mereka adalah orang-orang produktif yang berada di puncak karier mereka dan menjadi kepala keluarga. Bayangkan jika orang-orang ini terkena stroke,” ujarnya. kata Yoga, memaparkan hubungan aritmia jantung dengan stroke di RS Siloam TB Simatupang Jakarta, Kamis.

Yoga mengatakan, menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rentang usia 40 hingga 60 tahun merupakan rentang usia muda dibandingkan data global, terutama masyarakat berusia 60 tahun ke atas menderita atrial fibrilasi.

Ia juga mengatakan, fibrilasi atrium merupakan penyakit usia tua. Semakin tua usia Anda, semakin tinggi risiko terjadinya fibrilasi atrium dan semakin tinggi pula risiko stroke. Di Amerika Serikat, misalnya, kejadian fibrilasi atrium pada orang berusia 60 tahun ke atas adalah sekitar 0,2 hingga 2 persen, dan meningkat sebesar 40 persen pada tahun 80an.

“Bukan hanya para dokter dan perawat yang mengalami kesulitan, namun keluarga mereka juga mengalami kesulitan, tekanan sosial yang menyertai stroke. Jadi dalam pandangan ini, fibrilasi atrium saja tidak menyebabkan penyakit lain,” kata Yoga.

Ia juga mengatakan, 46 persen kasus fibrilasi atrium tidak memiliki gejala umum atau tidak terlihat dan hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan kesehatan atau pemeriksaan EKG. Kini, hingga 60 persen pasien fibrilasi atrium yang tidak menunjukkan gejala menderita stroke.

Oleh karena itu, Yoga menyarankan agar rumah sakit dan tenaga kesehatan melakukan skrining intervensi atau sistematis agar masyarakat mendapat informasi mengenai risiko fibrilasi atrium.

Peluang misalnya seperti yang dilakukan minggu lalu di RS Siloam dengan membuka rest area bagi setiap orang yang datang ke RS dengan berbagai alasan namun melakukan EKG sederhana dan gratis dan mengetahui berapa jumlah aritmia yang ditemukan. , katanya.

Namun, pihaknya merekomendasikan deteksi sistematis, yaitu edukasi yang lebih detail, fokus pada deteksi fibrilasi atrium dan kemungkinan penyakit jantung pada orang berusia 65 tahun ke atas, sebagaimana direkomendasikan oleh Asia Pacific Heart Rhythm Society (APHRS).

“Mari kita periksa diri kita sendiri, jangan sampai kita dibiarkan dalam kegelapan jika kita mengalami atrial fibrillation, jangan hanya mencari tahu tentang atrial fibrillation ketika kita terlambat dites,” desak Yoga.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours