Bapanas sebut “demurrage” hal biasa dalam bisnis ekspor-impor beras

Estimated read time 3 min read

Jakarta (ANTARA) – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan denda seperti denda yang dikenakan karena keterlambatan bongkar muat barang di pelabuhan merupakan hal yang lumrah dalam bisnis impor dan ekspor, seperti beras.

“Demurrage itu hal yang lumrah. Harus dilihat kalau ada hujan, yang seharusnya enam hari, mungkin tujuh atau delapan hari. Itu normal dalam business to business (B2B) seperti biasa.” kata Arief usai menghadiri rapat kerja sama dengan Panitia Eksekutif IV DPR RI di DPRD Jakarta, Kamis.

Arief menegaskan, penurunan pajak merupakan hal yang lumrah dalam kegiatan ekspor dan impor. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan keterlambatan bongkar muat, seperti hujan sehingga kondisi tersebut masuk dalam perhitungan business-to-business (B2B).

Ia juga mengatakan, status Badan Pangan adalah unit yang mempercayakan Perum Bulog untuk menjamin masyarakat mendapatkan pangan, khususnya tempat penyimpanan pangan pemerintah (CPP).

Namun, Arief mengatakan terkait impor beras, yang paling tepat menjawab dan menjelaskan hal tersebut adalah General Manager Perum Bulog.

Lebih lanjut dia mengatakan, perhitungan uang muka termasuk biaya transportasi dan asuransi belum terselesaikan. Namun, ia menegaskan hal tersebut merupakan hal yang lumrah dan statistik bisnis juga menjadi pertimbangan.

Jadi Bapanas menugaskan Bulog sesuai hasil Ratas (rapat terbatas). Lalu Bulog melakukan B2B. Yang memesan, mengimpor dan mendistribusikan Bulog. Ini masuk. Makanya di awal rapat dewan saya undang pengelolanya. Bulog IV dalam menjelaskan mengapa “pengelola Bulog lebih paham,” kata Arief dalam keterangannya.

Arief mengatakan, jumlah beras yang dikelola Bulog aman dan mencukupi sebanyak 1,7 juta ton.

Menurut dia, situasi akan terus membaik dan adopsi produk dalam negeri, sehingga seluruh program intervensi pemerintah terhadap masyarakat dapat dimanfaatkan secara efektif.

Hingga pertengahan Juni, lanjut Arief, Bulog terus menggarap produksi dalam negeri mendekati 700 ribu ton. Bulog bergerak melakukan hal tersebut melalui berbagai program seperti Jemput Gabah, Mitra Petani, dan program Makmur.

“Hal ini menunjukkan pemerintah banyak fokus pada penguatan stok, khususnya penyelamatan beras sebagai CPP (Cadangan Pangan Pemerintah),” kata Arief.

Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi menambahkan, penurunan muatan merupakan biaya yang timbul akibat tertundanya bongkar muat di pelabuhan.

“Biasa saja. Jadi, misalnya bongkar muat rencananya 5 hari, jadi 7 hari. Mungkin karena hujan, mungkin karena pelabuhan penuh dan sebagainya,” kata Bayu.

Ia mengatakan, biaya rendah yang merupakan bagian dari biaya telah menjadi pertimbangan dalam kegiatan ekspor dan impor.

Dia mengatakan, besaran pastinya masih dihitung, karena masih dibicarakan, misalnya siapa yang bisa diasuransikan, siapa yang bisa dan bertanggung jawab atas pengiriman.

Oleh karena itu, kehadiran uang transportasi merupakan salah satu bagian dari hasil positif kegiatan ekspor, lanjutnya.

Bayu menegaskan, Perum Bulog selalu berupaya menekan biaya karena rendahnya biaya. Pembayaran biaya masih dihitung, termasuk negosiasi.

Jadi angka finalnya belum final, tapi diperkirakan sesuai jumlah barang yang diimpor dari negara lain, Insya Allah tidak lebih dari tiga persen, jelas Bayu.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours