Bedah Buku Inche Abdoel Moeis: Pejuang Nasionalis Tanpa Pamrih dari Kalimantan Timur

Estimated read time 3 min read

SAMARINDA – Acara bedah buku “Inch Abdoel Moise: Pejuang Nasionalis Tanpa Pamrih” sukses digelar di Universitas Mulvarman, Samarinda, Kalimantan Timur pada 4 September 2024.

Program ini diresmikan oleh Rektor Universitas Mulavarman Prof. Dr. Ir. H. Abdunnoor, M.Si., IPU., ASEAN Eng. serta dihadiri oleh mahasiswa, alumni dan keluarganya.

Bedah buku ini menumbuhkan semangat saling eksplorasi dan berdiskusi mengenai perjuangan, perjalanan dan kontribusi penting Evan Inche Abdoel Moise atau I.A. Moise dalam mendirikan negara kesatuan Republik Indonesia.

Sebuah buku yang ditulis oleh Ir. H. Izedrik Emir Moeis, Msc atau sering disapa Emir Moeis, putra dari I.A. Moise, ia bercerita mendalam tentang kehidupan dan perjuangan ayahnya sebagai pejuang nasional di Kalimantan Timur.

Amir Moise berbagi pengalaman pribadi dan sulitnya proses penulisan, serta bagaimana kisah ayahnya menginspirasi generasi muda untuk meneruskan semangat kebangsaan.

“Buku ini berdasarkan kisah mendiang ayah Inche Abdoel Moise dan kedekatan saya dengannya sejak kecil serta wawancara dengan teman-teman mendiang ayah saya sejak muda hingga tahun-tahun terakhirnya,” kata Amir. mimpi

Amir Moise juga menceritakan kisah keterlibatan pemuda Kalimantan Timur dalam bidang diplomasi dalam buku ini yang berujung pada berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia, mulai dari masa Belanda, masa peralihan, hingga masa New Deal. . era

Menurut Amir, ayahnya mempunyai visi agar generasi muda Kalimantan Timur dapat melihat literatur dan mengetahui bahwa proses konflik tidak hanya terjadi di Jawa dan Sumatera, sehingga buku tersebut bertujuan untuk memperluas tingkat kepercayaan warga. Kalimantan Timur. Terutama kaum milenial atau GenZ.

Tak hanya Amir, Muhammad Azmi M.P., Dosen Fakultas Sejarah Universitas Mulvarman, turut serta menjadi pembicara dalam acara bedah buku ini, yang memberikan opini akademis mengenai peran Inche Abdoel Moise dalam konteks sejarah. perjuangan nasional.

Muhammad Azmi menjelaskan bagaimana Inche Abdoel Moise merencanakan dan mendedikasikan gerakan kemerdekaan di Kalimantan Timur dan bagaimana perjuangan lokal ini bertepatan dengan upaya pemerintah untuk memperoleh kemerdekaan Indonesia.

“Konflik fisik memang sering kita lihat, tapi konflik melalui diplomasi jarang kita lihat. Padahal kedua konflik ini bisa menjaga kebebasan kita. Kalau saya bicara soal ini, saya kira Inche Abdoel Moise adalah pejuang sipil asal Kalimantan Timur. Tak penting pula sosok yang berani tampil dengan restu ibunya untuk mewakili rakyat dalam memperjuangkan kebebasan dan perlindungan di timnas. Negara Republik Indonesia khususnya diplomasi,” kata Azmi.

Lebih lanjut Azmi menjelaskan, salah satunya adalah perjuangan mereka untuk bergabung dengan BFO (Bijeenkomst voor Federale Overleg), sebuah organisasi yang tidak disukai Belanda, namun keluarga merupakan satu-satunya wakil rakyat jelata di BFO. Kesultanan Kutai waktu itu termasuk dalam BFO.

Sejarah telah menunjukkan bahwa upaya diplomasi tersebut berhasil memaksa Belanda menyerahkan kerajaan Indonesia pada tahun 1949, dan Indonesia pun mendapat pengakuan internasional.

Acara bedah buku ini tidak hanya berhasil menarik animo masyarakat, namun juga fokus pada perjuangan generasi muda demi keutuhan NKRI, khususnya pelestarian sejarah.

“Saya berharap generasi muda masa kini, dengan membaca buku ini, dapat melihat bagaimana generasi muda Kalimantan Timur dan tempat lain berperan besar dalam mewujudkan negara kesatuan NKRI, seperti yang sering kita dengar pendapat. Konflik yang terjadi hanya di Pulau Dewata. Pulau Jawa, Sumatera, dan sebagian Sulawesi Selatan,” tutup Amir.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours