Benarkah Duduk Lama Bisa Sebabkan Batu Ginjal? Ini Penjelasan Dokter

Estimated read time 3 min read

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Diperkirakan hampir 1,5 juta orang di Indonesia mengidap batu ginjal. Menurut sebagian orang, duduk dalam waktu lama menjadi salah satu penyebab batu ginjal. Apakah itu benar?

Ahli urologi RS Siloam ASRI, Prof. Dr. Nur Rasyid SpU(K), menjelaskan salah satu penyebab batu ginjal adalah obesitas. Profesor Nur mengatakan obesitas merupakan suatu kondisi yang erat kaitannya dengan gaya hidup sedentary atau kurang berolahraga.

Saat tubuh tidak berolahraga, kemungkinan terbentuknya batu ginjal dan bertambah banyak di ginjal pun semakin besar. Oleh karena itu, risiko batu ginjal tinggi pada orang yang kelebihan berat badan dan orang yang hidup normal.

“Jadi bukan karena duduk, tapi karena kurang gerak,” kata Prof. kata Nur dalam jumpa pers di RS Siloam ASRI, Rabu (6/5/2024) di Jakarta.

Selain obesitas, masih banyak faktor lain yang bisa meningkatkan risiko batu ginjal. Berikut adalah beberapa risiko tersebut:

1. Riwayat keluarga atau pribadi.

2. Haus, kurang minum air putih setiap hari.

3. Ikuti pola makan yang sama, mis. B. Mengonsumsi makanan tinggi protein, natrium atau garam dan gula.

4. Gangguan pencernaan dan kinerja.

5. Penyakit lain seperti asidosis tubulus ginjal, sistinuria, hiperparatiroidisme dan seringnya infeksi saluran kemih.

6. Mengonsumsi suplemen dan obat-obatan tertentu.

Di sisi lain, Prof. Nur menjelaskan, perubahan warna urine juga bisa dikaitkan dengan risiko batu ginjal. Namun, tidak semua perubahan warna urin dikaitkan dengan risiko ini.

Profesor Nur mencontohkan: Perubahan warna urin yang disebabkan oleh konsumsi makanan tertentu, suplemen vitamin, atau obat-obatan tidak berhubungan dengan risiko batu ginjal selama penderitanya minum cukup air. Risiko batu ginjal seringkali dikaitkan dengan perubahan warna urin yang tidak melibatkan alkohol.

Misalnya (setelah mengonsumsi vitamin C) warna urine berubah menjadi kuning. Kalau minumnya cukup, itu baik (tidak ada hubungannya dengan risiko batu ginjal),” kata Prof Nur.

Pilihan pengobatan untuk pasien ginjal bergantung pada banyak faktor. Beberapa faktor tersebut antara lain ukuran batu ginjal, kekerasan ginjal, dan lokasi batu ginjal.

Secara umum, ada empat jenis pengobatan yang bisa diterima oleh penderita batu ginjal. Beberapa di antaranya termasuk pemberian obat, extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL), perkutan nefrolitotomi (PCNL), dan bedah intrarenal retrograde (RIRS).

“Pada dasarnya RIRS adalah prosedur penghancuran batu ginjal dengan menggunakan laser,” kata Prof. kata Nur.

RIRS adalah prosedur invasif minimal yang dilakukan menggunakan ureteroskop fleksibel atau endoskopi melalui saluran kemih untuk menemukan lokasi batu ginjal. Setelah batu ginjal ditemukan, dokter menggunakan laser untuk memecah batu tersebut.

RIRS dapat dilakukan pada batu ginjal yang berukuran kurang dari 3 cm dan batu dengan kekerasan tinggi (batu lebih keras dari 1000 unit Hounsfield), kata Prof Nur.

Keuntungan prosedur RIRS adalah tidak memerlukan waktu pemulihan, masa pemulihan lebih singkat, lebih sedikit rasa sakit, dan risiko infeksi lebih rendah. Selain itu penggunaan RIRS untuk membersihkan batu ginjal juga lebih efektif karena RIRS mempunyai akurasi yang tinggi. Selain itu, RIRS memungkinkan dokter menjangkau area batu ginjal yang sulit dijangkau. 

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours