Bermain video game dapat tingkatkan kinerja kognitif

Estimated read time 2 min read

Jakarta dlbrw.com – Profesor Adian Owen, ahli saraf dari Western University di Kanada, mengatakan rata-rata kemampuan kognitif seseorang yang sering bermain video game adalah 13,7 tahun lebih rendah dibandingkan orang yang tidak bermain video game.

“Orang yang jarang bermain video game, memainkan semua jenis game kurang dari lima jam seminggu, bekerja seperti orang yang 5,2 tahun lebih muda,” ujarnya, dikutip Hindustan Times, Jumat.

Sebuah studi juga menemukan bahwa gamer mendapat nilai lebih baik dalam hal memori, perhatian, dan keterampilan penalaran dibandingkan mereka yang tidak bermain video game. Baca juga: Video game telah menjadi duta budaya Tiongkok secara global. Hasilnya juga menunjukkan bahwa olahraga sedang selama 150 menit per minggu, seperti yang direkomendasikan oleh NHS, tidak meningkatkan daya ingat dan kemampuan berpikir, namun justru meningkatkan kesehatan mental.

Jenis game yang sering dimainkan para gamer saat ini sebenarnya cukup berbeda dengan game yang melatih otak konsumen.

Ini termasuk permainan puzzle seperti Minecraft, Civilization, Hearthstone dan Roblox, RPG aksi seperti The Witcher, Mass Effect, Fallout 4, Skyrim, Grand Theft Auto dan Assassin’s Creed, dan permainan olahraga seperti FIFA, NHL. Mario Kart, Need for Speed ​​​​dan Liga Roket. Baca juga: Pentingnya Mengatur Dunia Olahraga Agar Tidak Menjadi Judi. Secara umum, permainan ini sangat menarik, strategis, dan dapat meningkatkan perhatian visual dan kecepatan pemrosesan serta kemampuan pemecahan masalah melalui pengulangan dan intensitas. Praktik.

Owen melanjutkan, “Setiap gamer juga tahu bahwa permainan ini dirancang untuk mengaktifkan sistem penghargaan otak, yang menyebabkan pelepasan neurotransmiter seperti dopamin. Hal ini juga dapat memiliki efek jangka panjang pada fungsi kognitif.’ Baca Juga: Video Game ‘Black Myth: Wukong’ yang Baru Dirilis Raih Popularitas Besar. Untuk penelitian yang dilakukan oleh Profesor Owen dan rekan-rekannya di Science Museum Group di Inggris, 1.000 orang dewasa berusia 18 hingga 87 tahun diminta untuk mengisinya. Survei tersebut menanyakan pertanyaan tentang kesehatan dan gaya hidup mereka, termasuk kesehatan, tingkat pendidikan dan status pekerjaan.

Mereka juga menjalani tes otak yang mengukur berbagai aspek kognisi, seperti pembelajaran, perhatian, persepsi, dan memori. Baca juga: Psikiater Imbau Orang Tua Berhati-hati Menjadikan Permainan Anak Menjadi Judi. Baca juga: Video Game Sebagai “Obat Digital” untuk Anak Berkebutuhan Khusus

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours