Bisa Gerus Daya Saing, Pengusaha Sawit Ingin Penerapan Zero Odol Bertahap

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Daya saing minyak sawit mentah (CPO) Indonesia di pasar dunia cukup kompetitif. Oleh karena itu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) berharap penerapan Zero Over Dimension Overload (ODOL) tidak menurunkan daya saing Indonesia di kancah internasional.

Direktur Eksekutif GAPKI Mukti Sarjono mengatakan, diskusi intensif dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diperlukan untuk membahas berbagai permasalahan yang dihadapi pengusaha sawit di Indonesia ketika zero ODOL tiba-tiba diterapkan.

Ia menjelaskan, hanya satu hektar lahan yang mampu menghasilkan sekitar 25 hingga 30 ton tandan buah segar (TDS) setiap tahunnya. Jadi kalau luas lahannya mencapai 1.000 hektar, lanjutnya, artinya dalam setahun minimal bisa menghasilkan 25-30 ribu ton kelapa sawit. “Untuk mengangkut kelapa sawit sebanyak itu biasanya kami menggunakan truk besar,” ujarnya.

Ia mengatakan, untuk perkebunan yang terintegrasi dengan pabrik, penggunaan truk besar tersebut tidak menjadi masalah karena hanya berkeliling perkebunan. Namun ada kendala bila hasilnya berasal dari perkebunan rakyat.

“Perkebunan orang-orang ini juga cukup luas dan ada di mana-mana, seperti di Sumatera dan Kalimantan. Nah, kebun ini tidak ada pabriknya yang terintegrasi. Jadi kalau mau ke pabrik harus lewat kabupaten dan jalan provinsi, dan sebaliknya,” ujarnya.

Apalagi kelas jalan yang ditenagai truk besar berisi kelapa sawit, menurutnya tidak memiliki kapasitas kelas 1. Oleh karena itu, usulan kami masih sama dari dulu hingga saat ini, yaitu agar pemerintah melakukan perbaikan pada penguatan jalan dan peningkatan kelas jalan agar dapat dilalui. truk besar,” katanya.

Dia mencontohkan, seperti di Malaysia, jalan di perkebunan sawitnya bagus dan kualitasnya juga intensif. “Kami berharap bisa seperti itu di sini,” ujarnya.

Oleh karena itu, kata Mukti, GAPKI menyarankan agar pemberian ODOL nol tidak serta merta dilaksanakan, namun harus ada tahapan dengan melakukan penyesuaian. Dan menurutnya, penyesuaian tersebut tidak hanya dilakukan di perusahaan saja, tapi juga di sentra perkebunan sawit, jalannya juga bisa diperbaiki.

Baik kelas jalan, kualitasnya, jembatannya dan lain sebagainya sehingga mampu menampung lalu lintas produksi kelapa sawit, ujarnya.

Sebab menurutnya, pemerintah juga harus melihat jika truk-truk besar pengangkut sawit digantikan oleh truk-truk kecil, maka otomatis armadanya akan bertambah.

Karena awalnya satu truk bisa mengangkut, misalnya 20 ton, tapi kalau kemudian dibatasi 10 ton saja, berarti kita harus melipatgandakan angkutannya. . Artinya kita harus menaikkan biaya pembelian mobil atau perbaikan truk, maka biaya pengemudi juga akan meningkat, ”ujarnya.

Artinya, kata dia, akan ada tambahan biaya produksi yang ditanggung perseroan. Oleh karena itu usulan GAPKI adalah bagaimana zero ODOL bisa dilakukan secara bertahap.

“Harapan kita penerapan zero ODOL ini tidak membuat industri menjadi kurang efisien. Nah, ini yang harus kita lakukan bersama-sama. Karena kalau kita naikkan harga pokok produksi, maka akan menaikkan harga barang, dan itu akan berdampak pada kenaikan harga barang. jelas mengurangi daya saing kita dengan negara lain,” ujarnya.

Diakuinya, hingga saat ini GAPKI merasa belum pernah melihat peta jalan Kementerian Perhubungan mengenai penerapan zero ODOL.

Makanya kita perlu duduk bersama pemerintah untuk berdiskusi, membuat semacam road map penyesuaian menuju ke sana. Biarkan industri sawit yang saat ini menjadi penyumbang devisa terbesar, tidak menurunkan daya saingnya karena misalnya dari nol ODOL Ini yang kita inginkan,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours