BKKBN Komitmen Menjaga Keseimbangan dan Angka Kelahiran Ideal di Indonesia

Estimated read time 5 min read

JAKARTA – Isu Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mewajibkan adanya anak perempuan dalam keluarga menuai pro dan kontra di masyarakat.

Kabar tersebut bermula ketika Kepala BKKBN Dr Hasto melontarkan pernyataan yang sangat menggelitik masyarakat. “Kami menargetkan rata-rata perempuan melahirkan satu anak perempuan. Pernyataan ini disampaikan menyikapi angka kelahiran atau angka kesuburan total (TFR) di Indonesia yang mencapai angka ideal 2,1 pada Jumat 27 Juni 2024.

“Pertama-tama, mari kita bersama-sama menyoroti interpretasi makna mean. Pengertian mean adalah representasi kuantitatif dari sekelompok data. Besar kecilnya nilai mean dipengaruhi oleh kuantitas seluruh data dan kuantitas data.” Dari pemaparan epik tersebut, makna media tidak sama dengan kewajiban,” ujar Dr. Hasto tentang kegiatan “Sinergitas dan kolaborasi petugas lapangan untuk mensukseskan program Bangga Kencana dan mempercepat “Penurunan” stunting. di Provinsi Jawa Tengah” (11/7/2024).

Penjelasannya, bukan berarti sebuah keluarga harus memiliki anak perempuan. Mungkin ada sebuah keluarga yang memiliki dua anak laki-laki atau ada yang memiliki dua anak perempuan. “Di depan rumah saya punya dua anak perempuan, di belakang saya tidak punya anak perempuan, itu bagus,” ujarnya.

Di sisi lain, dr Hasto menyebutkan pentingnya menghindari 4 hal yang terlalu banyak dalam program Keluarga Berencana (KB), yaitu menghindari terlalu banyak usia muda, terlalu tua, dan terlalu dekat serta terlalu banyak dalam merencanakan kehamilan dengan penggunaan alat kontrasepsi. , yang merupakan tujuan dari program keluarga berencana.

“Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta menurunkan angka kematian ibu dan bayi saat melahirkan,” ujarnya.

Program KB juga berperan dalam menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat menyelamatkan nyawa perempuan dan meningkatkan derajat kesehatan ibu, terutama dalam mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Kebijakan pemerintah yang mencanangkan program keluarga berencana sejak tahun 1970-an dinilai berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), laju pertumbuhan penduduk Indonesia telah melambat dalam beberapa dekade terakhir. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2020, selama periode 2010-2020, rata-rata laju pertumbuhan penduduk di Indonesia sebesar 1,25%, menurun signifikan dibandingkan periode 1971-1980 yang sebesar 2,31%. Memang laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2024 hanya sebesar 1,11%, persentase tersebut turun 0,2% dibandingkan tahun 2023.

Banyak faktor yang pada akhirnya mempengaruhi rendahnya laju penurunan jumlah penduduk di Indonesia. Salah satunya adalah penurunan angka kelahiran atau angka kesuburan total (TFR) di Indonesia. Diketahui, berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2020, angka TFR di Indonesia mendekati angka standar yaitu 2,1.

“Angka acuan tersebut merupakan angka pencapaian ideal bagi semua negara yang kemudian disebut Pertumbuhan Penduduk Seimbang (PTS). Jika TFR kurang dari 2,1 maka kemungkinan besar penduduk akan mengalami penurunan jumlah 2.1 maka akan terjadi pertumbuhan penduduk,” ujarnya.

TFR merupakan indikator penting yang mencerminkan rata-rata jumlah anak yang dilahirkan seorang wanita selama masa suburnya. Nilai TFR menjadi tolok ukur strategis untuk mengevaluasi efektivitas program keluarga berencana dalam mengendalikan laju pertumbuhan penduduk di suatu negara.

“Penurunan TFR juga berperan penting dalam mencegah baby boom di masa pandemi Covid-19. Pandemi ini telah memicu kekhawatiran umum akan lonjakan angka kelahiran akibat penurunan penggunaan alat kontrasepsi dan terbatasnya layanan kesehatan. ,’ katanya.

Namun tentu saja terdapat disparitas angka kelahiran (TFR) antar wilayah di Indonesia. Ketimpangan pembangunan dan akses informasi menjadi salah satu penyebabnya.

Di Jawa (TFR) sudah 2,00. Di Jabar sudah 2,00. Sementara di Jateng 2,04, di DIY 1,9, di DKI 1,89, makanya pembangunan asimetris harus disikapi bersama-sama. daerah seperti NTT dan Papua yang masih banyak anak. Tapi di Pulau Jawa, sangat rendah,” ujarnya.

Dr Hasto menambahkan, untuk itulah BKKBN berupaya merumuskan kebijakan yang disesuaikan dan sesuai dengan kebutuhan spesifik masing-masing daerah. Hal ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan dan mencapai angka kelahiran ideal di seluruh Indonesia.

Kesuburan cenderung berkorelasi terbalik dengan tingkat pembangunan ekonomi. Secara historis, daerah-daerah maju mempunyai tingkat kesuburan yang jauh lebih rendah, yang umumnya berkorelasi dengan tingginya kekayaan, pendidikan, teknologi, arus informasi dan faktor-faktor lainnya.

Sebaliknya, di wilayah yang kurang berkembang, tingkat kesuburan cenderung lebih tinggi. Tingkat kesuburan juga lebih tinggi, sebagian disebabkan oleh kurangnya akses terhadap kontrasepsi.

Seperti diketahui, suatu negara dikatakan telah mencapai pertumbuhan penduduk yang seimbang, sehingga angka kesuburan atau TFR yang ideal adalah 2,1. Oleh karena itu, untuk menghindari depopulasi maka nilai laju reproduksi bersih (NRR) adalah 1,00.

“NRR adalah jumlah anak yang dilahirkan seorang perempuan pada masa reproduksinya dengan asumsi anak mengikuti pola fertilitas dan mortalitas ibunya,” jelasnya.

Inilah sebabnya mengapa terdapat korelasi yang kuat antara ISF dan NRR. Sederhananya, rata-rata angka kelahiran anak perempuan di masyarakat dianjurkan satu anak, namun kami tetap mengupayakan agar setiap keluarga rata-rata memiliki dua anak.

“Meski terlihat seperti merencanakan kelahiran, namun merencanakan kehamilan itu sangat penting. Hak prerogratif ada di tangan Tuhan Yang Maha Esa. Namun, tidak ada salahnya merencanakan kehamilan dalam keluarga,” ujarnya.

Hal ini sejalan dengan program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) BKKBN yang menekankan pentingnya keluarga berencana. Dimulai dari perhatian yang diberikan terhadap asupan makanan remaja untuk pertumbuhannya.

“Penting juga untuk menjaga kesehatan setiap calon pasangan, menjaga kesehatan ibu hamil dan menyusui, serta memperhatikan asupan makanan bergizi bagi bayi dan anak. Sebagai sebuah rantai makanan, segala sesuatunya saling terkait erat. “Tujuannya tentu untuk mencapai generasi emas tahun 2045, dan juga memastikan regenerasi tetap berjalan dengan baik,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours