BKSAP Dorong Task Force di Forum AIPA Dibentuk untuk Resolusi Perdamaian Myanmar

Estimated read time 4 min read

JAKARTA – Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Putu Supadma Rudana mendorong kelompok kerja Forum Majelis Antar Parlemen Asean (AIPA) meluncurkan solusi perdamaian bagi Myanmar. Anggota DPR asal Bali tersebut menghadiri Forum Kaukus AIPA di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam.

Putu mengungkapkan banyak persoalan yang dibicarakan, salah satunya keputusan mengenai Myanmar. “Kaukus AIPA membahas berbagai permasalahan, dimana tahun lalu solusi yang diambil berbeda-beda, sedangkan di Jakarta, politik, ekonomi, sosial dan budaya, mengenai perempuan dan pemuda, para pemuda juga membahas metode implementasi yang berbeda-beda dan laporan dari masing-masing negara disajikan pada sesi pertama. Kaukus AIPA,” kata Putu dalam laporannya, Rabu (12/6/2024).

Ia mengungkapkan, hanya sembilan negara yang hadir dalam forum tersebut dari 10 negara. Putu mengatakan, Myanmar tidak hadir karena masih mengalami proses menuju demokrasi, Junta Militer berkuasa di negara tersebut.

“Dalam pemaparan Sekretaris AIPA, berbagai kegiatan yang dilakukan sungguh efektif. Sejak tahun lalu, ia sangat aktif saat Indonesia menjadi presiden AIPA. “Tahun ini pengerjaannya berjalan tapi tidak sebanyak tahun lalu,” imbuhnya.

Laporan tersebut menyampaikan, lanjut Putu, berbagai keputusan diterapkan di berbagai negara dan Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan sekitar 85 persen keputusan tersebut. Artinya, kami siap menerapkan solusi yang disetujui AIPA, ujarnya.

Namun Anggota Inter-Parliamentary Union (IPU) for Sustainable Development ini mengindikasikan masih ada beberapa permasalahan yang belum terlaksana, khususnya AIPA yang mengeluarkan resolusi terkait Myanmar. Putu mengatakan, saat ini Myanmar belum tergabung dalam Forum ASEAN dan AIPA, apalagi belum diundang.

“Mereka tetap anggota yang membayar iuran namun tidak hadir dalam berbagai kegiatan AIPA hingga dapat mengimplementasikan solusi AIPA, yaitu menerapkan 5 poin konsensus. Ada solusi AIPA yang diambil pada pertemuan sebelumnya, terkait masalah politik, solusi kerja sama parlemen untuk berkontribusi pada perdamaian jangka panjang di Myanmar,” kata Putu.

Oleh karena itu, Putu selaku Presiden Delegasi Indonesia mengatakan sangat penting bagi anggota AIPA untuk fokus untuk dapat membantu proses pemulihan demokrasi di Myanmar. Tentu saja, kata dia, anggota AIPA juga harus memastikan Myanmar memenuhi 5 poin konsensus yang telah disepakati, dan berperan dalam membantu pendekatan diplomasi pertama pemerintah.

“AIPA perlu lebih proaktif dan kami merekomendasikan agar ada kelompok kerja. Usulannya bisa berupa kelompok yang akan dibentuk dan bekerja langsung mendampingi, baik hadir dan membantu memediasi junta militer dan partai-partai terutama CRPH atau parlemen yang sebelumnya dipilih oleh rakyat dan kini berada di pengasingan. ” dia berkata.

Putu juga mengatakan DPR RI rutin mengadakan pertemuan dengan CRPH dengan harapan dapat terus melakukan mediasi untuk membantu Myanmar dalam proses demokrasinya. Oleh karena itu, Putu mengatakan permasalahan tersebut akan dibawa ke Forum Ekskom pada pertemuan di Laos pada Oktober 2024.

“Dalam pertemuan tersebut, ketika AIPA berada di Laos, akan diambil keputusan di sana dan memang sebagai langkah untuk memajukan pergerakan AIPA, Indonesia benar-benar melakukan langkah yang konkrit dan kreatif, kami ingin bekerja lebih keras dalam memberikan masukan dan mendesak. dengan keputusan ini,” kata anggota Komisi VI DPR itu.

Putu mengatakan, organisasi itu diperlukan karena parlemen mempunyai kekuatan diplomasi yang lunak. Nah, kata dia, hal serupa juga dilakukan pemerintah. Pemerintah dalam pertemuan-pertemuan resmi bersifat luas dan ketat dalam melakukan diplomasi.

“Tetapi parlemen bisa ikut mempercepat tercapainya perdamaian di Myanmar dan proses demokrasi bisa kembali berjalan, demokrasi bisa eksis di Myanmar. Pada akhirnya, kami berharap Myanmar bisa berdamai dan kembali berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan di tingkat tingkat Myanmar. ASEAN dan AIPA. , dia berkata.

Lanjutnya, peran parlemen sangat terencana karena hingga saat ini belum ada yang mendorong penerapan AIPA. Oleh karena itu, kata Putu, Indonesia hadir memberikan harapan agar langkah selanjutnya pasca keputusan ini adalah langkah konkrit melalui pembentukan kelompok kerja yang akan diputuskan pada pertemuan AIPA di Laos nanti.

“Isu penting lainnya adalah terkait isu hak asasi manusia dan pengungsi. Kami juga ingin gugus tugas membantu memantau permasalahan ini. Karena hal ini harus dikawal sepenuhnya, agar dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat saat ini, khususnya di Myanmar, dalam situasi yang sangat sulit bagi para pengungsi di Myanmar, tutupnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours