BPIP Keluarkan 5 Rekomendasi terkait Larangan Salam Lintas Agama

Estimated read time 4 min read

JAKARTA – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengeluarkan lima sikap dan rekomendasi terkait hasil kesepakatan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait larangan pemberkatan antaragama dan hari raya keagamaan yang membahagiakan. BPIP menilai hasil ijtima tersebut merupakan ancaman terhadap eksistensi Pancasila dan dapat merusak pluralisme.

Anggota Dewan Pengarah BPIP Amin Abdullah mengatakan Indonesia adalah negara besar dengan suku, agama dan kepercayaan, ras dan golongan yang berbeda-beda. Keberagaman ini merupakan kekayaan yang harus dijaga dan dilindungi bersama. Toleransi antar umat beragama merupakan salah satu unsur kunci dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Oleh karena itu, sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, hendaknya Indonesia memperkuat semangat toleransi dan keberagaman, tanpa merusak landasan persatuan.

Kekuatan Indonesia juga tercermin dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan tameng dari nenek moyang kita untuk menjaga keutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara agar toleransi, semangat pluralisme dan kerukunan umat beragama tetap hidup dan menjadi bagian dari kehidupan bangsa. budaya. identitas bangsa Indonesia.

Kekayaan keberagaman dan toleransi kini mendapat tantangan dari keberadaan organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan yang berusaha membangun hegemoni dengan tafsir tunggal yaitu pelarangan salat antaragama dan hari raya keagamaan yang membahagiakan. Ini dilihat sebagai dimensi ibadah dan doa.

Publikasi hasil ijtima ini berpotensi merugikan pluralisme warga negara, karena nyatanya bangsa Indonesia memiliki 714 suku, agama, dan kepercayaan yang berbeda, ujarnya, Senin (10/6/2024).

Kehidupan ini telah berlangsung berabad-abad hidup berdampingan secara damai dan kini menjadi kearifan bangsa, sehingga negara tidak boleh tunduk pada hasil ijtima yang mengedepankan eksklusivitas dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.

Pada hakikatnya MUI terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan yang wajib taat dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), yang mana dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa semua ormas mempunyai tugas menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan. Republik. Indonesia.

“Dimuatnya hasil ijtima MUI tentang larangan salat lintas agama dan hari raya keagamaan jelas menolak kewajiban ormas sebagaimana diatur dalam Pasal 21 huruf b UU Ormas di atas,” ujarnya.

Ia mengatakan, BPIP berperan sebagai wakil negara yang bertugas melakukan internalisasi nilai-nilai Pancasila agar persatuan dan kesatuan bangsa dan negara dapat tetap terjaga, sehingga negara ini tidak mengkompromikan kedaulatannya. kekuatan agama tertentu.

“Pertama, secara teologis, ada perbedaan antara agama dan pemikiran agama, agama dan penafsiran agama. Hasil ijtima adalah pemikiran agama yang mempunyai penafsiran ganda, tidak lengkap, sehingga tidak ada kebenarannya yang tunggal dan utuh, kata Amin. .

Hasil ijtima harus dirumuskan dari sudut pandang yang luas, termasuk mempertimbangkan dokumen dan perjanjian internasional seperti The Amman Message, 9 November 2004; Deklarasi Marrakesh, 25-27 Januari 2016, tentang hak-hak agama minoritas di dunia Islam; Deklarasi Abu Dhabi, 4 Februari 2019, tentang Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Berdampingan (Declaration of Human Brotherhood for World Peace and Coexistence); serta kesimpulan seminar internasional, Universitas Al-Azhar, Kairo, 27-28 Januari 2020; dan harus diuji secara publik.

Pancasila sebagai ijtihad yang disepakati semua pihak (sehingga merupakan ijma/konsensus yang tertinggi, terlengkap dan mengikat) merupakan ukuran Islam yang telah teruji dan terbukti secara substansi. Pancasila tidak dihegemoni oleh ajaran agama tertentu, melainkan Pancasila

Itu mewakili inti ajaran agama.

Dalam negara Pancasila, ajaran Islam “Ubuddiyyah” dipandang secara pribadi dan menjadi semangat dan inspirasi untuk mewujudkan akhlak seseorang agar menjadi pribadi yang berkualitas muamalah, bermasyarakat dan bermartabat.

Agama menjadi inspirasi internal untuk mencerminkan tingginya nilai kemanusiaan dan persatuan, sehingga semakin religius seseorang maka semakin menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.

Kedua, secara sosiologis, hasil ijtima pelarangan berkah agama dan selamat hari raya keagamaan mengancam eksistensi Pancasila dan keutuhan kehidupan bangsa yang telah lama terkristalisasi dalam kearifan lokal, kata Amin.

Tradisi ini telah diwariskan oleh nenek moyang kita selama berabad-abad. Keutuhan bangsa yang sudah ada sejak berabad-abad ini tidak boleh dirusak oleh kelompok agama tertentu yang mempunyai kemampuan mempolarisasi, disharmonisasi, dan memecah belah keutuhan bangsa.

Ketiga, dari sudut pandang hukum Islam, hasil ijtima yang dilakukan hanya mempunyai kekuatan untuk mengikat umat Islam secara internal dalam forum-forum keagamaan umat Islam, oleh karena itu tidak dapat dipaksakan secara eksternal dalam forum-forum publik, karena hal tersebut akan melanggar nilai-nilai Islam. . satuan pengurangan. dan menghormati keberagaman nasional.

Keempat, secara konstitusional, Pancasila sebagai landasan hukum utama harus tunduk dan mengacu pada nilai-nilai Pancasila. Pancasila menjadi pedoman dalam segala produk dan kebijakan hukum yang mempengaruhi kepentingan umum.

Kelima, kehadiran negara dan peran masyarakat sangat diperlukan untuk menjaga Pancasila di ruang publik guna menciptakan kesetaraan bagi seluruh warga negara.

“Setiap orang yang telah menyatakan dirinya sebagai orang Indonesia dan mempunyai KTP WNI wajib melaksanakan konsensus Pancasila, dalam hal ini dengan melaksanakan kelonggaran.

Dan menghormati perbedaan dalam kerangka Bhinneka Tunggal Ika,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours