BPIP: Toleransi Dalam Pancasila Kunci Hentikan Kebencian dan Diskriminasi

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Direktur Komite Eksekutif Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo mengatakan toleransi dan persaudaraan dalam Pancasila menjadi kunci mengakhiri kebencian dan diskriminasi. Tanggung jawab masyarakat adalah menjaga perdamaian dan menjadikan agama sebagai motor penggerak kemajuan umat manusia.

Hal itu disampaikan Pastor Benny saat mengikuti podcast LSM Aspirasi tentang pentingnya toleransi dan persahabatan antar umat beragama serta perjuangan melawan bentuk-bentuk diskriminasi segala sesuatu tentang agama.

“Kewajiban umat beriman menjaga perdamaian menjadikan agama sebagai sumber inspirasi bagi pemajuan kemanusiaan dan perdamaian. Setiap umat terpanggil untuk menemukan persaudaraan sejati di antara umat,” ujarnya, Sabtu (6/7/2024).

Benny mengatakan, tantangan terbesar yang dihadapi umat beragama saat ini adalah menjaga perdamaian, kerukunan, dan semangat persaudaraan yang sejati. Benny mengatakan, rasa curiga dan saling bermusuhan harus dihilangkan agar tidak semakin membesar menjadi kebencian. Benny menegaskan, kemarahan dan kebencian terhadap simbol agama bukan berasal dari ajaran agama, melainkan dari pihak yang menyalahgunakan agama.

Benny mengaitkan nilai-nilai agama dengan Pancasila sebagai landasan utama pencapaian nilai-nilai agama dan kemanusiaan di Indonesia. “Kebencian dan kebencian terhadap simbol dan tindakan agama yang bertentangan dengan misi agama bukan datang dari agama itu sendiri, melainkan dari pihak yang menyalahgunakan agama.

Benny kembali menegaskan, nilai-nilai Pancasila, khususnya nilai ketuhanan, memperkuat seluruh prinsip lain yang terkait dengan kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial. Dengan menganut nilai-nilai tersebut, setiap warga negara Indonesia dapat membantu mewujudkan masyarakat yang harmonis dan damai.

“Kita bersyukur sekali karena kita mempunyai Pancasila penjaga perdamaian, pandangan hidup dan perilaku kita.

Dalam konteks global, Benny melihat ketegangan antara Barat dan Timur dan bagaimana 9/11 membuka jalan bagi kajian Islam secara komprehensif. Peristiwa 11 September membuka jalan bagi analisa dan kajian Islam, yaitu agama yang menyokong kemanusiaan, kewarganegaraan, persatuan dan keadilan sosial, jelasnya.

Benny Bung menyampaikan penuturan Hatta tentang nilai Tuhan dalam penciptaan negara yaitu nilai tauhid, dimana masyarakat dapat menunjukkan nilai-nilai ketuhanan secara utuh dalam menjunjung tinggi kemanusiaan, kerukunan, demokrasi dan keadilan. Menurut Benny, Indonesia sebagai negara demokratis yang mayoritas penduduknya beragama Islam dapat mengembangkan persahabatan dan kemanusiaan serta menciptakan tatanan dunia baru di mana negara-negara berkembang dan negara-negara Islam dapat bersaing secara efektif termasuk negara-negara Barat.

Benny mengidentifikasi akar Islamofobia adalah penggunaan agama sebagai aset politik dan media negatif yang menggambarkan Islam sebagai antagonis. Menurutnya, untuk dunia yang lebih baik, perlu diketahui dan dipahami Islam sebagai penjaga kemanusiaan dan perdamaian yang sejati. “Islam terbukti membawa perdamaian. Sebagai warga dunia, tidak ada salahnya menghina agama yang terbukti menjadi sumber perdamaian,” ujarnya.

Dalam menghadapi permasalahan dunia dan permasalahan dalam negeri, Indonesia dapat berperan penting sebagai negara demokratis yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dapat menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang mendukung kemanusiaan dan kaum awam.

“Dengan menjadikan Pancasila sebagai landasan utama terwujudnya nilai-nilai agama dan kemanusiaan, Indonesia dapat mempererat hubungan dan keharmonisan antar umat beragama di dalam negeri dan di dunia,” tutup Benny.

Wati Salam Siswafi, Ketua LSM Aspirasi, mengatakan perbedaan ras dan nasionalisme didasarkan pada kebencian dan diskriminasi terhadap kelompok etnis. “Demi kemajuan bahasa Indonesia dan dunia, kita harus menghentikan kebencian dan diskriminasi semacam ini.

Dalam perbincangan selanjutnya, Ferdinand menekankan pentingnya hidup bersama dengan saling menghormati dan menghindari pendidikan khusus yang didasari kebencian dan diskriminasi terhadap suatu kelompok.

“Islam mengajarkan dan mempersiapkan hidup bersama orang-orang yang berbeda latar belakang dengan saling menghormati.

Ferdinand mengatakan, dengan hidup berdampingan dan saling menghormati, rasa benci pada diri sendiri akan hilang. Menurutnya, yang dibutuhkan adalah gerakan hati nurani, bukan saling adu mulut dan adu mulut. Ia meminta semua pihak untuk tetap berdampingan dan bekerja keras untuk menciptakan masyarakat yang damai dan harmonis.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours