Bulog sebut jadi korban tuduhan “mark up” beras impor tanpa fakta

Estimated read time 3 min read

Jakarta (ANTARA) – Perum Bulog mengaku menjadi korban dugaan “mark-up” (kenaikan harga) impor beras dari Vietnam, yang dilaporkan salah satu pihak ke Komisi Pemberantasan Korupsi (CEP).

Akibat pemberitaan yang berupaya menciptakan opini buruk di masyarakat tanpa berdasarkan fakta, hal ini tentu saja menjadikan Perum Bulog sebagai korbannya, kata Direktur Utama Perum Bulog Arwahudin Widiarso dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

Hal itu disampaikan Vidiarso saat ditanya soal dugaan premi yang dilaporkan Penelitian Demokrasi Rakyat (SDR) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (PKC) terkait usulan perusahaan Vietnam, Tan Long Group.

Menurut Vidiarso, pemberitaan yang dipandang tanpa fakta tersebut akan merusak reputasi perusahaan yang dibina Perum Bulog.

Apalagi saat ini perusahaan sedang berbenah dengan melakukan transformasi di seluruh bidang operasionalnya, ujarnya.

Dia menganalogikan harga beras di pasaran saat ini, misalnya Rp 12.000 per kilo (kg). Mereka yang belum pernah mengikuti lelang kilat mengaku bisa saja menjual beras dengan harga Rp 5.000 per kg, namun mereka tidak pernah berniat menjual dan mengirimkan barang tersebut sehingga menolak mengikuti lelang terbuka.

Menurut dia, jika tetap mengikuti lelang terbuka dan menawar harga tersebut, namun gagal mengirimkan barang, pihaknya akan mendenda perusahaan Vietnam tersebut sejumlah persentase tertentu dari nilai kontrak.

“Sangat mudah untuk mengklaim harga murah yang ditawarkan jika produk tersebut tidak asli dan tidak pernah dikirimkan,” tambah Vidiarso.

Terpisah, salah satu kuasa hukum Shanti Devi Mularaharjani juga menanggapi kontroversi laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Perum Bulog.

Menurut Shanti, jika laporan tersebut tidak berdasarkan bukti, maka itu menjadi kebohongan resmi sehingga persidangan tidak bisa dilanjutkan.

Apalagi menurut Shanti, harus mengedepankan asas tidak bersalah dan tidak boleh membentuk opini yang dapat menyesatkan dan mempengaruhi masyarakat.

Sementara itu, Direktur Rantai Pasokan dan Utilitas Perum Bulog, Mohamad Suyamto menanggapi dugaan adanya mark-up (kenaikan harga) impor beras dari Vietnam.

Dia mengatakan, perusahaan asal Vietnam, Tan Long, yang mengaku telah mengajukan penawaran beras tersebut, sebenarnya belum pernah mengajukan penawaran harga sejak tender dibuka pada tahun 2024.

Itu sebabnya kami tidak ada kesepakatan impor tahun ini, kata Suyamto.

Menurut dia, lembaga tersebut terdaftar sebagai salah satu mitra Perum Bulog dalam urusan impor, namun tidak pernah memberikan penawaran harga kepada Bulog.

Oleh karena itu, Suyamto menyayangkan dugaan peningkatan impor beras yang tidak berdasarkan fakta.

Sementara itu, Direktur Transformasi dan Hubungan Antar Lembaga Perum Bulog, Sonia Mamoriska, mengatakan pihaknya mendapat penugasan impor beras Kementerian Perdagangan sebanyak 3,6 juta ton pada tahun 2024.

“Pada Januari-Mei 2024, volume impor mencapai 2,2 juta ton,” kata Sonya.

Impor dilakukan Perum Bulog secara berkala berdasarkan neraca beras dalam negeri dan mengutamakan penyerapan beras dan gabah dalam negeri.

Hingga akhir Juni, lanjut Sonia, Perum Bulog telah mengolah beras dalam negeri sebanyak 800 ribu ton dan berharap mampu mengolah 1 juta ton beras melebihi target yang ditetapkan pemerintah.

“Kami bertekad untuk tetap menjadi pemimpin terpercaya dalam rantai pasok pangan sehingga dapat berkontribusi lebih besar bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, dan hal ini tentunya sejalan dengan empat prinsip transformasi kami, yaitu: kepemimpinan, kepercayaan, pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik,” kata Sonya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours