Cara mengurangi konsumsi makanan dan minuman manis pada anak

Estimated read time 2 min read

JAKARTA (ANTARA) – Guru Besar Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Prof. dr. Ir. Ali Humsan mengatakan, upaya bertahap harus dilakukan untuk mengurangi konsumsi makanan dan minuman manis pada anak.

Penurunan konsumsi gula pasti bertahap, katanya kepada ANTARA dari Jakarta, Senin.

Anak-anak yang terbiasa dengan makanan dan minuman manis bisa menjadi mudah tersinggung jika kadar gula mereka turun terlalu rendah, katanya.

Karena asupan gula dapat mempengaruhi tingkat energi dan suasana hati anak, katanya, penurunan asupan gula secara tiba-tiba dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman, membuat anak kesal dan marah.

Maka pengurangan gula sebaiknya dilakukan secara bertahap agar anak lebih mudah beradaptasi dan tidak merasa terlalu stres.

Profesor Ali menyarankan para orang tua untuk secara bertahap mengurangi jumlah gula pada minuman anak dan memilih produk dengan kandungan gula lebih rendah saat membeli minuman kemasan.

“Jika orang tua membuatkan minuman manis, mereka bisa mengurangi jumlah gula pada minuman anaknya,” ujarnya. Namun untuk minuman kemasan, pilihlah yang kandungan gulanya lebih rendah.

Prof Ali juga mengatakan, konsumsi makanan dan minuman manis yang dilakukan orang tua, khususnya ibu, dapat mempengaruhi pola konsumsi gula pada anak.

Oleh karena itu, orang tua hendaknya mendidik diri sendiri dan memperluas pengetahuannya tentang gizi agar dapat menjadi teladan yang baik dalam memperkenalkan kebiasaan makan sehat dalam keluarga.

Guru besar tersebut menyampaikan bahwa pendidikan gizi di tingkat keluarga sangat penting, ibu merupakan role model utama bagi anak, sehingga ibu harus didorong untuk melek gizi.

Ia mengatakan, normalnya asupan gula bagi anak sekolah adalah 25 gram per hari.

“Untuk anak usia sekolah, asupan gulanya sekitar 25 gram per hari. Berapa gram gula yang dikonsumsi dalam satu keluarga per bulan, dibagi jumlah anggota keluarga. , “katanya.

Anak-anak berusia antara 12 dan 18 tahun lebih mungkin terkena diabetes tipe 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan peningkatan ini akan mencapai 70% antara tahun 2010 dan 2023.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours