JAKARTA (Antara) – Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhim Yudhisthir menyarankan agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator memperketat aturan bagi pengaruh keuangan atau influencer di media sosial (medsos).
Hal ini berdasarkan hasil survei CELIOS tahun 2024 yang mengungkapkan bahwa mayoritas responden memilih financial influencer di media sosial sebagai sumber informasi paling tepercaya dalam mengambil keputusan investasi.
“Yang memengaruhi keputusan mereka No. 1 adalah influencer media sosial, yang jika kita gali lebih dalam, mereka luar biasa, mereka bahkan tidak memiliki latar belakang keuangan, bahkan tidak memiliki status hukum sebagai penasihat keuangan,” kata Senin di Jakarta, Seminar Nasional ‘Membangun dan Memperkuat Ekosistem Keuangan Digital Indonesia’ tentang BHIM.
Dalam survei CELIOS mengenai tingkat kepercayaan terhadap berbagai sumber sebelum mengambil keputusan investasi, influencer media sosial menduduki peringkat pertama dengan skala 7,07 (skala 1-10). Mengikuti rekomendasi dari penasihat keuangan (skala 6.95), dan rekan kerja (skala 6.8).
Masih rendahnya literasi keuangan masyarakat dikhawatirkan akan semakin meningkatkan risiko gagal bayar dan penipuan investasi.
Selain itu, Bheem menyarankan agar regulasi diperketat aturan pemasangan produk fintech di ekosistem media sosial.
Ia mewaspadai banyak produk fintech yang menawarkan keuntungan sederhana tanpa menjelaskan lebih lanjut risikonya.
“Karena kita lihat, kita buka YouTube, (ada) iklan fintech. Tapi biasanya hanya menampilkan pinjaman cepat, dan pinjaman murah tanpa literasi keuangan. tidak akan dilunasi”, ujarnya.
Sebelumnya, ada tokoh berpengaruh, Ahmed Rafif Roy, yang diduga menawarkan proposal investasi hingga Rp 71 miliar serta menghimpun dan mengelola dana masyarakat tanpa izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Akibat pelanggaran tersebut, Satuan Tugas Pemberantasan Kegiatan Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) menghentikan kegiatannya.
Pada tanggal 4 Juli 2024, Satgas PATI memanggil Ahmed Rafif Raya melalui pertemuan virtual untuk meminta keterangan dan penjelasan mengenai permasalahannya dalam pengelolaan dana senilai Rp71 miliar, kata Kepala Sekretariat Lembaga Keuangan Ilegal OJK. Kegiatan Satgas Pemberantasan (Pasti) Hudiyanto.
Satgas Pasti merekomendasikan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI untuk memblokir situs dan media sosial terkait Ahmad Rafif Raya dan PT Time to Buy Shares yang menawarkan investasi.
OJK mengeluarkan perintah tindakan tertentu kepada Ahmad Rafif Raya berupa pembekuan sementara izin Wakil Manajer Investasi (WMI) dan Wakil Perantara Pedagang Efek (WPPE) atas nama Ahmad Rafif Raya hingga proses penindakan selesai.
Permintaan informasi mengenai Ahmad dilakukan bersama satuan kerja pengawasan dan penyidikan pasar modal OJK, untuk memastikan aspek hukum dan model bisnis Ahmad.
Berdasarkan permintaan keterangan, diketahui Ahmed Rafif Roy PT merupakan pengelola sekaligus pemegang saham Timnia Beli Saham.
PT Saatnya Membeli Saham tidak memiliki izin usaha dari OJK sebagai manajer investasi dan penasihat investasi.
Ahmad Rafif Roy memiliki izin sebagai WMI dan WPPE. WMI dan WPPE mewakili kepentingan perusahaan sekuritas yang menjalankan kegiatan usaha sebagai manajer investasi dan perantara pedagang efek.
Kedua izin tersebut bukan merupakan izin bagi perorangan atau perseorangan untuk menawarkan investasi, menghimpun, atau mengelola dana masyarakat.
Ahmed mengatakan dia menawarkan investasi, mengumpulkan dana, dan mengelola dana publik tanpa izin.
Ia juga mengatakan, untuk menghimpun dana masyarakat dari hasil usulan investasi, ia membuka rekening efek nasabah di berbagai efek atas nama karyawan PT Tima Beli Bahn.
Mempertimbangkan informasi tersebut, Satgas Pasti memutuskan untuk menginformasikan kepada Ahmed agar menghentikan kegiatan penawaran investasi, pengumpulan dan pengelolaan dana masyarakat tanpa izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
+ There are no comments
Add yours