Cengkeh Hutan Jadi Komoditas Andalan Masyarakat Amalatu Maluku

Estimated read time 2 min read

SERAM BARAT – Tanaman padi-padian hutan atau populer dengan sebutan biji-bijian utang menjadi produk pokok masyarakat Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Barat, Maluku.

Namun sayangnya potensi utang cengke belum tergarap dengan baik karena masih dikelola secara konvensional dalam skala kecil.

“Butir utang merupakan aset lebih besar yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Amalatu. “Kami berkomitmen untuk mendukung pengembangannya, mulai dari peningkatan skala pertanian hingga penyediaan teknologi pasca panen yang lebih efisien,” kata Erna Wailissa, fasilitator daerah Program Transformasi Terpadu, Selasa (8/10) di bidang perekonomian kota (TEKAD). di Amalatu /2024).

Dijelaskannya, berdasarkan peta yang dibuat tim fasilitator, pada tahun 2024 Amalatu memproduksi 85 ton biji kering dengan nilai transaksi Rp7 miliar.

Kota-kota seperti Hualoy, Latu dan Tomalehu adalah daerah produksi utama produk ini. “Meski budidaya artichoke masih tradisional, namun potensinya besar jika didukung dengan pendekatan pertanian yang lebih modern dan berkelanjutan,” ujarnya.

Menurut Erna, salah satu keunggulan gabah debit adalah waktu panennya yang relatif lebih singkat dibandingkan gabah jenis lain, yakni sekitar 4-5 tahun setelah tanam.

Selain itu, biji-bijian sangat mudah beradaptasi dan dapat ditanam di pekarangan rumah dan di tanah.

“Dari segi produktivitas, varietas ini menghasilkan buah lebih banyak dibandingkan kacang tuna yang umumnya ditanam di daerah pegunungan,” ujarnya.

Erna juga mengatakan, perkembangan penyelesaian utang di Seram Bagian Barat memiliki dua tantangan utama.

Pertama, proses pengeringan pasca panen masih menjadi tantangan besar bagi petani. Biji cengkeh yang berukuran lebih besar dan memiliki kandungan air yang tinggi memerlukan waktu pengeringan lebih dari 7 hari, apalagi jika menggunakan cara tradisional dengan menggunakan sinar matahari.

“Program ini berkomitmen membantu petani dengan menyediakan teknologi pasca panen yang lebih efisien. “Salah satu solusi yang dapat diantisipasi adalah penerapan teknologi pengeringan buatan yang dapat menjaga kualitas benih cengkeh meskipun iklim tidak mendukung,” ujarnya.

Tantangan kedua, kata Erna, adalah ketersediaan bibit dan model pemasaran. Menurutnya, utang benih cengkeh relatif kecil dibandingkan luas pertanian saat ini.

“Mengembangkan utang paku tidak hanya sekedar menanam dan memanen, namun juga menciptakan nilai tambah. Oleh karena itu program ini hadir untuk mendukung teknik bertani, pemanfaatan teknologi dan terbukanya akses pasar yang lebih luas, jelasnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours