Dakwah Harus Dilakukan secara Konstruktif Berbingkai Kebangsaan

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Sejumlah kelompok masih menganggap berakhirnya pengajaran agama sebagai pindah agama. Padahal, dalam konteks kehidupan bernegara sebagai negara Indonesia yang menganut prinsip Bhinneka Tungal Ika, pidato tersebut tidak bisa dimaknai sebagai dakwah saja. Dakwah atau dialog keagamaan juga perlu memperhatikan aspek rekonsiliasi antar agama.

KH Ahmad Subaidi, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan hakikat dakwah adalah mengajak umat manusia kepada kebenaran. Kebenaran akan diterima sesuai kemampuan masing-masing pendengar yang berasal dari sumber yang berbeda-beda.

“Secara umum dakwah adalah ajakan kepada jalan kebenaran. Dakwah itu ada dua macam, yang pertama mengajak orang lain untuk menerima Islam, dan yang kedua mengajak umat Islam yang berada pada jalur yang salah untuk kembali kepada ajaran Islam. agama. Berbicara dalam kerangka negara, “karena masyarakat Indonesia berkeyakinan bahwa dalam agamanya, dakwah harus diamalkan secara moral,” kata Kiai Subaidi di Jakarta, Selasa (8/10).

Menurutnya, khatib yang menyampaikan khotbahnya perlu memperhatikan khalayak dan masyarakat yang hadir. Kiai Zubaidi menilai, para khatib tidak boleh mendakwahkan agamanya kepada mualaf, apalagi dalam konteks diskusi keagamaan terbuka.

Sebagai seorang da’i yang hebat, Kiai Zubaydi juga menekankan pentingnya makna dakwah melalui keteladanan atau tindakan yang baik (Dawa’ Bil Hal). Biasanya masyarakat ingin masuk Islam karena melihat perilaku umat Islam yang penuh hormat, penuh kasih sayang, disiplin, lemah lembut dan toleran serta mengedepankan persatuan.

“Yang tidak boleh adalah mendakwahkan agama di depan umum kepada umat beragama, bukan dengan paksaan. Hal ini karena kesatuan Indonesia sebagai negara majemuk. Padahal, dengan mengamalkan Islam, setiap umat Islam ada kewajiban untuk berdakwah.” Benar sekali Rahmatan lil Alamein,” ujarnya.

Kiai Zubaidi menegaskan, diskusi keagamaan memang terjadi namun ada agenda tersembunyi berupa intoleransi, ekstremisme, dan ekstremisme. Menurutnya, hal tersebut sangat merugikan konsensus nasional dan mengkhianati hak kebebasan beragama dan berserikat yang dijamin negara Indonesia.

“Kita sepakat NKRI dan Pancasila demi kebaikan bersama dan demi perdamaian Indonesia saat ini dan di masa yang akan datang. Kita tidak mempunyai khilafah atau negara Islam, artinya kita tidak menganut ajaran Islam. Karena secara formal , secara substantif dan mendasar, ajaran Islam “dapat diterapkan di Indonesia meskipun negara kita bukan negara Islam,” ujarnya.

Oleh karena itu, menurut Kiai Zubaidi, pidato-pidato yang berisi seruan intoleransi, ekstremisme, atau terorisme tidak boleh lagi diperjualbelikan. Namun tetap perlu mewaspadai ancaman ideologi internasional karena masih ada kelompok masyarakat yang mudah terprovokasi dengan seruan tersebut.

Menurutnya, kelompok masyarakat seperti ini seringkali memiliki kecenderungan keagamaan yang tinggi namun pengetahuan agamanya kurang komprehensif. Oleh karena itu, masyarakat perlu berhati-hati dalam mengundang khatib dan pembicara dan mengetahui secara pasti apa yang akan disampaikan dalam ceramahnya.

Insya Allah para da’i yang memperoleh sertifikat standardisasi Dai MUI bersifat inklusif dalam dakwahnya dan berwawasan kebangsaan. Ini merupakan salah satu upaya MUI untuk mencegah meluasnya da’i yang mengedepankan kebencian, intoleransi, provokasi atau perpecahan. dikatakan. Subaidi.

Terkait pendidikan agama dalam konteks negara kesatuan Republik Indonesia, Kiai Subaidi menyadari bahwa kehidupan beragama tidak lepas dari urgensi menjaga keutuhan persatuan bangsa. Indonesia telah berhasil merangkul keberagaman yang luar biasa sehingga memerlukan kerangka nasional untuk mengimplementasikan keyakinan setiap warga negara.

Saya harap para khatib mempunyai pemahaman Islam yang komprehensif. Islam tidak boleh dipahami sepotong-sepotong sesuai kepentingannya. Jadi kalau Islam dipahami secara utuh maka Bhinneka Tungal Ika dan NKRI tidak perlu dipertanyakan. masyarakat bisa terpelihara secara permanen,” kata KH Subaidi.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours