DBS: Pertumbuhan PDB dan PMA Asia Tenggara berpeluang ungguli China

Estimated read time 2 min read

Jakarta (Antara) – Ekonom senior Bank DBS Radhika Rao mengatakan Asia Tenggara berpeluang melampaui Tiongkok dalam hal produk domestik bruto (PDB) dan penanaman modal asing langsung (PMA) dalam satu dekade mendatang.

Proyeksi tersebut juga dituangkan dalam laporan bertajuk Navigating High Winds: Southeast Asia Outlook 2024-2034 yang diterbitkan oleh Angsana Council, Bain & Company dan DBS Bank.

Dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa, Radhika menjelaskan PDB enam negara dengan tingkat ekonomi tertinggi di Asia Tenggara (SEA-6), antara lain Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam, merupakan proyeksi. Pertumbuhan rata-rata akan menjadi 5,1 persen per tahun.

“Vietnam dan Filipina merupakan mesin pertumbuhan terbesar di kawasan ini, masing-masing diperkirakan mencapai lebih dari 6 persen, disusul Indonesia sebesar 5,7 persen,” kata Radhika.

Untuk pertama kalinya dalam satu dekade, tambahnya, SEA-6 akan mampu menarik lebih banyak investasi asing langsung dibandingkan Tiongkok, dengan Asia Tenggara mencatat investasi asing langsung sebesar US$206 miliar pada tahun 2023, dibandingkan dengan Tiongkok yang berjumlah US$43 miliar dolar AS. Dolar

Pada tahun 2018 hingga 2022, SEA-6 berhasil meningkatkan investasi asing langsung sebesar 37 persen, atau lebih tinggi dibandingkan Tiongkok yang hanya sebesar 10 persen.

Sebagian besar negara di Asia Tenggara melihat nilai tambah manufaktur (MVA) sebagai persentase terhadap PDB pada tahun 2000an, namun kemudian mengalami “deindustrialisasi dini” karena Tiongkok menjadi lebih kompetitif.

Namun, Radhika mengatakan Asia Tenggara telah memperbaiki fundamentalnya untuk bangkit dan tumbuh kembali, dimana pembentukan modal dalam negeri terus meningkat, mencerminkan kepercayaan para pelaku bisnis di sebagian besar negara di kawasan.

Selama dekade terakhir, tambahnya, kawasan Asia Tenggara telah memperkuat sektor-sektor utama seperti manufaktur berorientasi ekspor dan pengemasan semikonduktor serta menarik investasi di bidang pertumbuhan seperti pusat data.

Munculnya disrupsi yang dimungkinkan oleh teknologi (TED) telah meningkatkan persaingan dan inovasi, bahkan di sektor ekonomi tradisional.

Negara-negara seperti Malaysia, Filipina dan Indonesia telah memfokuskan kembali strategi mereka pada pembangunan, sementara Vietnam memimpin.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours