Di balik kata-kata: Menerawang hati Jokowi dalam pidato terakhirnya

Estimated read time 4 min read

Jakarta (ANTARA) – Jelang HUT Kemerdekaan RI ke-79, Presiden RI Joko Widodo menyampaikan pidato kenegaraan pada Rapat Tahunan MPR di Gedung MPR/DPR Jakarta, Jumat (Agustus). 16 ). .

Ini terakhir kali Presiden ke-7 Indonesia menyampaikan pidato kenegaraan yang sudah menjadi tradisi setiap merayakan kemerdekaan negara hijau di belahan bumi tersebut.

Terkadang sebuah pesan tidak hanya disampaikan melalui kata-kata, namun sering kali melalui ekspresi wajah, nada suara, dan bahasa tubuh.

Paul Ekman Intl, pakar tanda dan obrolan ringan yang berbasis di Manchester, Inggris, Monica Kumalasari, mengungkapkan pada hari Sabtu bahwa presiden merasakan banyak emosi saat itu. Kegelisahan mendominasi pikiran dan hatinya.

Monica mengatakan pidato Jokowi kali ini sangat singkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya di waktu yang sama. Selain itu, waktu pidatonya “tak ada bandingannya” jika dibandingkan dengan waktu pidato Ketua DPR RI Puan Maharani dan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.

“Ini di luar praktik normalnya dan di luar ekspektasi publik, karena ini adalah akhir masa jabatannya.” katanya kepada ANTARA.

Pengamatan psikolog yang kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia itu kemudian didukung dengan temuan Artificial Intelligence (AI) yang menunjukkan adanya rasa tidak nyaman pada wajah dan gerak tubuh Jokowi. Emosi ini mendominasi lebih dari 90 persen.

“Dengan tambahan bantuan analisis AI, hasil pengukuran ketidaknyamanannya sebesar 94,21 persen. “Jadi boleh dibilang saya punya kebiasaan berpidato singkat karena dia sedang tidak enak badan,” jelas Monica.

Hasil analisis kecerdasan buatan menunjukkan ketakutan dan kesedihan merupakan emosi yang sering didengar Jokowi saat berpidato.

“Jika kita melihat sebaran emosi ini, ada saatnya emosi ini terjadi hampir setiap saat. Perasaan takut muncul karena adanya ancaman. “Kami tidak tahu apa yang membuatnya takut, tapi kesedihan ini bisa dimaklumi karena masa jabatan sepuluh tahunnya telah berakhir,” tambah Monica.

Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato Laporan Kinerja Lembaga Negara dan Pidato Negara Dalam Rangka HUT ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia pada Rapat Tahunan MPR dan Sidang Gabungan DPR -DPD 2024 di Gedung Nusntara Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16 Agustus 2024). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/sgd/tom/am.

Pitch, nada dan kata-kata

Saat menyampaikan pidato kenegaraan, Jokowi tidak menunjukkan tekanan emosional dan nada suaranya tetap datar. Berbeda dengan pidato kenegaraan tahun lalu yang penuh perasaan campur aduk, kata Monica.

Pesan-pesan yang disampaikan Jokowi dalam pidato keprovinsi kemarin banyak yang membahas tentang kesuksesan dan pembangunan ekonomi. Kata “membangun” banyak digunakan.

Kata-kata dan bahasa yang sering muncul adalah kata ‘bangun, bangun, bangun.’ Yang ingin kita bangun, simbol yang ingin kita bangun: kalian bapak pembangunan, kata Monica.

Dalam pidatonya yang lebih singkat dari biasanya, Monica menemukan topik yang ingin dibahas dan dipersingkat dalam pidatonya, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.

“Sebenarnya pesannya ingin dipercepat dan belum banyak informasi yang ingin disampaikan. “Sebenarnya ini merupakan keluhan dan kritik masyarakat,” ujarnya.

Meski hampir sepanjang pidatonya Presiden menyampaikan pesannya dengan suara lirih, namun ada perubahan nada saat menyampaikan pesan tentang Presiden selanjutnya, Prabowo Subianto, lanjut Monica.

Menurut Monica, nada suaranya yang tinggi dan tegas menunjukkan niat Prabowo untuk melanjutkan kerja-kerja pembangunan yang telah dilakukannya selama 10 tahun terakhir.

“Suaranya menjadi semakin kuat. Ini adalah bahasa otentikasi. Makanya dia mau ngotot untuk melanjutkan perkembangannya, tambah Monica.

Presiden Joko Widodo (kanan) dibantu penasihatnya Kompol Syarif Muhammad Fitriansyah menyiapkan pakaian di Gedung Nusantara sebelum menyampaikan Pidato Kenegaraan pada Rapat Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD 2024 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Jumat (16/8/2024). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.

Mengirim pesan tentang pakaian

Dalam acara tersebut, Presiden Jokowi juga mengenakan pakaian adat seperti yang biasa ia lakukan pada pertemuan tahunan menjelang Hari Kemerdekaan. Tahun ini, pakaian yang dikenakan Jokowi berasal dari suku Betawi, yaitu pakaian adat Ujung Serong dengan beskap dan celana berwarna hitam.

Penampilannya semakin lengkap dengan selendang batik berwarna hijau di pinggangnya, aksesoris di saku jaket, dan jubah hitam. Pakaian ini biasanya dipakai oleh para bangsawan Betawi. Disebut Ujung Serong karena kain batik yang dikenakan di pinggang dilipat rata.

Mengenakan pakaian berlatar belakang cerita luhur saat pidato kenegaraan bukan kali pertama dilakukan Jokowi, setidaknya dalam dua tahun terakhir.

Namun pada peringatan HUT Kemerdekaan, Jokowi juga mengenakan pakaian masyarakat umum yakni non-pejabat.

Pakaian juga bisa menjadi salah satu bentuk komunikasi nonverbal yang bisa muncul dari kesadaran pemakainya. Monica percaya bahwa pakaian “mulia” ini berfungsi untuk menunjukkan status tinggi seseorang.

“Sebenarnya Pak Jokowi mengenakan pakaian adat Badui, sehingga menimbulkan kontroversi jika presiden bersikap rendah hati. Namun dalam dua tahun terakhir, pakaian yang menjadi pilihan adalah pakaian kerajaan. Jelas di akhir masa jabatannya dia ingin menunjukkan bahwa dia adalah orang yang berkedudukan tinggi atau terhormat, tutupnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours