Diskusi Kelompencapir Sebut Perlunya Harmonisasi Peraturan Syariah

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Kelompok Pendengar, Pembaca dan Pemikir (Kelompencapir) Notaris menggelar diskusi dengan topik Prinsip Syariah dalam Akad Pembiayaan dalam Rangka Standardisasi Akta. Diskusi berlangsung pada Kamis, 13 Juni 2024, di Hotel Manhattan, Jakarta.

Pendiri Calumpenkapir Davy Tenti Septi Artini mengatakan kontroversi tersebut merupakan kekhawatiran atas praktik pembiayaan syariah yang belum menerapkan prinsip syariah, padahal mereka yang memilih transaksi syariah ingin pilihannya sesuai dengan hukum syariah. .

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika untuk mencapai prestasi industri perbankan, penerapan transaksi syariah hanya sekedar gimmick dan tidak mencapai esensi syariah itu sendiri, kata Devi dalam keterangannya, Sabtu (15/6/2024). ) cepat.

Sementara itu, Direktur Jenderal AHU Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Kahyo Rhadian yang diwakili Constantinus Cristomo mengatakan, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia (menyumbang 87,1% dari total penduduk), Indonesia, Bank dan lembaga keuangan syariah merupakan pilar terpenting.

“Namun jika dicermati, kami melihat bahwa kunci keberhasilan pengembangan potensi keuangan berbasis syariah bagi negara-negara di dunia adalah kepastian hukum bagi investor,” ujarnya.

Dalam Rangkaian Diskusi Kelompenkapir ke-53 ini, selain perkenalan Kahyo Rahadian, Direktur Jenderal AHU Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia juga turut diundang oleh Dr. Diane Adana Ray, CEO Pengawasan Perbankan dan Anggota Komite OJK.

Selain itu, Andang Setyowati SH, MH (Rekan, Konsultan Hukum AZP), Dr. Widyaningsih, SH, MH (Dosen FH UI), AH Azharuddin Latif, M.AG, MH (Dewan Syariah Nasional) dan Nyimas Rohmah (Direktur , Pengawasan dan Pengembangan Bank Syariah, OJK) dengan moderator Fesi Alvi dan pembaca penutup Levi Valerina.

Kahyo mengatakan, notaris harus mampu memberikan nasihat dan pengertian hukum kepada para pihak berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh notaris, sehingga tercipta kepastian dan keamanan bagi para pihak dan notaris itu sendiri.

“Dalam praktiknya, banyak aturan yang membingungkan, artinya para praktisi perbankan syariah seperti notaris tidak terjebak di tengah-tengah sehingga perlu didorong keselarasan dan keseragaman antar aturan dan harus disikapi secara bersama-sama,” jelasnya. menjelaskan. Jenderal AHU.

Ia menyarankan pembuatan dokumen kerja untuk menyatukan dan menyelaraskan konsep serta standarisasi kontrak syariah sebagai kontribusi kepada masyarakat.

Sementara itu, Azharuddin Latif dari Dewan Syariah Nasional menyoroti permasalahan terkait harmonisasi undang-undang, antara lain undang-undang penjaminan yang mengikat, undang-undang perpajakan, undang-undang penyelesaian sengketa di pengadilan, kitab undang-undang perdata, koordinasi ekonomi syariah. hukum.

“Jika menggunakan undang-undang terhadap lembaga keuangan, transaksi syariah bisa saja dikenakan pajak berkali-kali lipat sehingga perlu harmonisasi,” jelasnya.

Ia mencontohkan sumber perbedaan Kompilasi Syari’ah dengan Dewan Syari’ah Nasional MUI, seperti penggunaan kata-kata yang tidak tepat, penggunaan definisi yang mirip dengan konsep tradisional, penerjemahan kata-kata yang salah, fatwa-fatwa baru yang memperluas yang lama. konsep, Memanfaatkan ketidaklengkapan. Oposisi Fatwa, konsep yang berkembang ketika fatwa lama tidak direvisi dan terbentuklah konsep yang berbeda.

Direktur Pengawasan dan Pengembangan Perbankan Syariah OJK Naimas Rohmah menjelaskan peta jalan pengembangan dan penguatan perbankan syariah di Indonesia (2023-2027) memiliki 5 pilar yang bertujuan untuk: 1. Memperkuat struktur dan elastisitas perbankan syariah. industri, 2. Mempercepat digitalisasi perbankan syariah, 3. Memperkuat karakteristik perbankan syariah, 4. Meningkatkan kontribusi perbankan syariah terhadap perekonomian nasional, 5. Memperkuat pengaturan, perizinan dan pengawasan perbankan syariah.

“Pada tahun 2027, kami berharap dapat menciptakan industri perbankan syariah yang sehat dan jujur ​​dengan daya saing syariah yang unik, berkontribusi terhadap perekonomian nasional dan bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, Andang Setyowati (Partner, Konsultan Hukum AZP) menjelaskan tantangan yang dihadapi para praktisi ketika menyusun akad pembiayaan syariah, yaitu perlunya memahami Fiqih Mu’amalah kemudian menggunakan terminologi hukum Islam yang belum disesuaikan dengan kaidah yang digunakan dalam pembiayaan. . protokol

Hal lain yang tak kalah pentingnya, landasan hukum yang digunakan tidak hanya peraturan terkait, namun juga prinsip-prinsip Fatwa dan hukum Islam Dewan Islam Nasional MUI.

Belum lagi penerapan peraturan perpajakan terkait PPN dan PPH, serta penerapan peraturan OJK untuk produk perbankan umum yang juga memuat ketentuan terkait Musyarakah, sistem sengketanya juga harus jelas, yang memang memerlukan kesatuan peraturan. .” Kesimpulan.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours