Jakarta (ANTARA) – Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menampik persoalan pengenaan pajak terhadap tiket konser dan telepon seluler kelas atas.
Dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Kamis, Direktur Jenderal Bea Cukai Askolani mengatakan pidato tersebut disampaikan dalam pidato publik yang tidak terkait dengan rencana politik.
“Ini tidak ada hubungannya dengan politik jangka pendek atau menengah untuk tahun mendatang,” kata Askolani.
Direktur Komunikasi dan Panduan Pengguna Bea dan Cukai Nirwala Dwi Heriyanto juga menegaskan, usulan tersebut hanya sebatas saran.
Jadi sifat kebijakan pemekaran masih berupa usulan dari berbagai pihak, belum dianalisis dan dimaksudkan untuk mendapatkan pendapat dari para ilmuwan juga, kata Nirwala.
Secara umum syarat-syarat barang yang dikenakan bea masuk adalah barang-barang yang memerlukan pengawasan sifat atau sifat konsumsinya, perlu diawasi pergerakannya, mempunyai dampak negatif terhadap masyarakat baik digunakan oleh penduduk maupun lingkungan hidup, atau memerlukan biaya pemerintah untuk menggunakannya. demi keadilan dan keadilan.
Hal itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Pajak Nomor 11 Tahun 1995.
Hingga saat ini, hanya ada tiga jenis barang yang dikenakan pajak, yakni etil alkohol atau etanol, minuman beralkohol, dan hasil tembakau.
Terkait persoalan peningkatan penerimaan negara melalui ekspansi pajak, Nirwala menjelaskan, proses pelabelan suatu barang sebagai komoditas sangat panjang dan melalui beberapa tahapan, termasuk mendengarkan aspirasi masyarakat.
Prosesnya diawali dengan penyampaian rencana perluasan perpajakan kepada DPR, penetapan tujuan penerimaan RAPBN bersama DPR, dan penyusunan peraturan pemerintah sebagai payung hukum dalam menjalankan perluasan tersebut, jelasnya. .
Ia juga menegaskan, pemerintah sangat berhati-hati dalam mengidentifikasi barang-barang tersebut sebagai barang komersial. Misalnya, hingga saat ini belum dilaksanakan pembayaran pajak minuman manis kemasan (MBDK) dan plastik yang dananya telah ditransfer ke APBN.
“Karena pemerintah sangat berhati-hati dan benar-benar mempertimbangkan berbagai aspek seperti perekonomian masyarakat, negara, industri, aspek kesehatan, lingkungan hidup dan lain-lain. Kami mendengarkan pemangku kepentingan dalam hal ini DPR dan masyarakat luas. komunitas,” tegas Nirwala. .
Isu pungutan pajak tiket konser dan telepon pintar mengemuka lebih awal setelah pemaparan Iyan Rubianto, Direktur Teknologi dan Peralatan DJBC Kementerian Keuangan, pada kuliah umum penelitian potensi pendapatan di PKN STAN.
Kali ini, Iyan mengatakan, ide pembayaran tiket konser muncul karena animo masyarakat untuk menyelenggarakan lebih banyak konser.
Sementara itu, persoalan pajak telepon seluler masih menjadi perdebatan karena belum ada parameter untuk menetapkan pajak telepon seluler.
+ There are no comments
Add yours