DKI belum batasi kemasan saset karena pertimbangkan daya beli warga

Estimated read time 2 min read

JAKARTA (ANTARA) – Pemprov DKI Jakarta belum menerapkan pembatasan kemasan sachet untuk mengurangi sampah karena kebijakan tersebut mempertimbangkan daya beli warga jika diterapkan.

Masyarakat yang berpenghasilan di bawah Rp 100.000 per hari pasti kesulitan jika ada botol minum di pasar, kata Adib Awaludin, Kepala Bidang Pengurangan Sampah Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. Rapat Festival Ekonomi Sirkular Jakarta 2024, Kamis.

Menurut Adib, masyarakat dengan status ekonomi rendah lebih memilih kemasan kecil dibandingkan membeli produk dalam kemasan besar.

Oleh karena itu, daya beli masyarakat akan menjadi bahan kajian dan pembahasan untuk memberikan solusi jika pembatasan kemasan tas diterapkan.

“Semua masukan, seperti produk hukum atau peraturan yang dikeluarkan pemerintah, bisa diterapkan, solusi untuk semua orang,” ujarnya.

Bukan hanya soal kemasan kecil, kata Adib, ada kemungkinan dikeluarkannya peraturan pelarangan penggunaan sumbat plastik atau styrofoam (styrofoam) dan sedotan plastik di hotel, restoran, kafe dan kawasan sejenis serta toko retail, supermarket. , pusat perbelanjaan, pasar dan mini market.

“Ada kemungkinan untuk mengatur sedotan dan sedotan plastik. Hal ini juga bertepatan dengan peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang melarang penggunaan sedotan plastik dan styrofoam mulai 1 Januari 2030,” ujarnya.

Adib mengatakan, pemerintah akan melakukan diskusi kelompok dengan pelaku usaha terkait dan diharapkan ada tanggapan atau kontribusi.

“Ide-ide seperti itu sudah ada. Nanti akan dibahas persoalan ini. Misalnya styrofoam untuk makanannya apa, bagaimana kalau takeaway service? Jadi bukan sekadar pelarangan, kita perlu usulkan solusi atau alternatifnya seperti apa.” kata Adeeb.

DKI mengacu pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 55 Tahun 2021 tentang Pengurangan dan Pengelolaan Sampah yang menyebutkan larangan penggunaan kemasan atau wadah sekali pakai. Adib mengatakan, “Kalau perlu regulasi, kita akan buat regulasi. Nah, apakah regulasi itu solusinya? Lalu kita bahas lagi, pendalaman lagi, aksi lagi.” Baca juga: Ekonomi sirkular dapat menekan biaya operasional pengangkutan sampah. Baca juga: Respons DKI terhadap Pulau Sampah, KLHK Berharap Hanya Isi Puing-puingnya saja. Baca Juga: DPRD DKI Ajak Warga Gotong Royong Bersihkan Lingkungan dari Sampah

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours