Dosen UB Manfaatkan Limbah Pisang dan Enceng Gondok untuk Tingkatkan Produktivitas Padi

Estimated read time 2 min read

MALANG – Guru Universitas Brawijaya (UB) memanfaatkan limbah pisang, air, dan daun peyote untuk membuat pita tanah liat organik. Tujuan pemanfaatan limbah tersebut adalah untuk mencegah tumbuhnya gulma dan mengurangi erosi.

Menurut Rita Parmawati, dosen Fakultas Teknologi Pertanian UB, pita handuk organik merupakan salah satu teknologi yang dapat menggantikan kantong plastik yang dianggap berbahaya bagi lingkungan.

Baca Juga: UB Bergabung dengan 100 Kampus Global Berkontribusi Akhiri Kelaparan Global

Menurutnya, penggunaan kantong plastik pada pertumbuhan tanaman dapat menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman, meningkatkan serangan penyakit, meningkatkan mikroplastik, kerusakan air, dan menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah.

“Jadi kita pakai air dan daun paithan untuk dihancurkan, dipotong dan ditempelkan ke dalam lembaran selebar 25 cm,” kata Rita Parmavati, Jumat (12/7/2024).

Guru Besar UB ini mengatakan, perubahan iklim akan berdampak pada Indonesia dan ASEAN

Menurut Rita, penggunaan teknik ini sudah diterapkan di wilayah Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang banyak terdapat limbah pisang menjelang musim tanam kedua.

“Ini mencegah pertumbuhan gulma dan mengurangi perlindungan hingga 40 persen, dan lapisan lumpur organik rusak saat terkena sinar matahari,” katanya. Pupuk.

Dikatakannya, saat ini proses penggunaan handuk pita tersebut sedang dilakukan sebagai bagian dari penelitian, dan sedang dalam proses komunikasi dengan Pemerintah Daerah Malaka (PEMCAB) dan banyak GAPoktan serta Kepala Dinas di lingkungan wilayah Malaka. .

Baca juga: Prof IPB Bangun Rumah Ramah Lingkungan Berbahan Dasar Kayu, Kuat 30 Tahun dan Tahan Api.

“Alasan kami memilih wilayah Malaka sebagai lokasi penerapan teknologi lumpur pita karena menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan pertanian di wilayah tersebut masih rendah. Padahal masyarakat Malaka bergantung pada pertanian untuk perekonomiannya,” kata dosen FTP Universitas Brawijaya ini.

Rita mengatakan, wilayah Malaka juga merupakan wilayah tertinggal secara ekonomi. Selain itu, produksi beras juga menjadi masalah di sana. Sebab pada tahun 2020 hingga 2022, pasokan benih padi akan langka dan sulit.

“Ada juga permasalahan pertanian seperti gulma, kekeringan, suhu tanah, dan genangan air yang coba kami atasi dan kami berharap dapat meningkatkan produksi padi pada tahun 2024,” tambahnya.

Dia menambahkan: “Kami akan pergi ke Malaka pada akhir Juli. Selama pembangunan jalur lumpur seluas 10 hektar, kami produsen kendaraan PT. Kami akan bekerja sama dengan Widjaya Teknik Indonesia (Witech).

Untuk terus memanfaatkan teknologi tersebut, negara akan diajarkan cara membuat pita tanah liat organik, mulai dari pengenalan bahan, pemotongan, pelubangan pita, pengeringan dan pencetakan, sehingga negara tidak boleh menghasilkan produk organik. . Pita handuk independen.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours