Ekonom Senior Kritik Pertumbuhan Ekonomi Era Jokowi

Estimated read time 2 min read

dlbrw.com, JAKARTA – Institute for Economic and Financial Development (INDEF) Dalam satu dekade terakhir, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadapi banyak tantangan dan keberhasilan di berbagai bidang. Ekonom Senior Indefe Didin S. Damanhury mengatakan rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar lima persen masih belum cukup untuk mengangkat Indonesia dari jebakan pendapatan menengah dan ancaman industrialisasi. 

“Pertumbuhan di bawah pemerintahan Jokowi rendah dan berkualitas rendah,” kata Didin saat konferensi nasional Indef bertajuk “Tinjauan Sepuluh Tahun Pemerintahan Jokowi” di Jakarta, Kamis (3/10/2024) lalu. 

Didin menjelaskan, selama puluhan tahun kepemimpinan Presiden Sosilo Bambang Yudhoyono (SBY), rata-rata pertumbuhannya 5,7 persen dan Soeharto tujuh persen. Sektor pertanian dan industri pengolahan menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan rata-rata nasional, menurut Didin.

“Akan ada kendala pada akses sumber daya manusia. Pertumbuhan penjualan yang tinggi masih membuat sektor bawah tidak masuk dalam perekonomian rakyat,” kata Didin. 

Didin menyoroti peningkatan data perekonomian seiring tergerusnya keamanan masyarakat kelas menengah akibat pandemi Covid-19. Didin percaya bahwa pertumbuhan Indonesia selama ini terfokus pada PDB, karena kekayaan lebih banyak dinikmati oleh pemilik usaha di kota dibandingkan di daerah. 

Hal ini terlihat dari semakin besarnya disparitas antar kelompok pendapatan yang ditentukan oleh Indeks Oligarki yang meningkat dari 678 ribu kali pada tahun 2014 menjadi 1.065 ribu kali pada tahun 2023, lanjut Didin. 

Didin menegaskan, pemerintahan Prabowo bisa mengubah arah pembangunan dari yang sebelumnya fokus pada produk domestik bruto (PDB) menjadi stabilitas berbasis pemerataan.

Berbeda dengan Didin, Deputi III Ketua Departemen Perekonomian Eddy Priono mengatakan, pertumbuhan ekonomi di bawah kepemimpinan Jokowi membuat Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi. Eddy Jokowi juga menyebut dirinya mampu menjaga inflasi tetap rendah atau rendah. 

“Beberapa tantangan tersembunyi di Indonesia adalah tingginya ICOR yang berimplikasi pada ketidakstabilan produksi, berkurangnya ketahanan pangan, pra-industrialisasi, dan rendahnya produktivitas,” kata Eddy. 

Meski begitu, Eddy tidak menampik utang pemerintah semakin bertambah dalam kondisi neraca primer yang negatif. Eddie menilai perlunya redistribusi dan pengurangan belanja pemerintah, terutama dana yang tidak likuid.

Tapi sulit karena politik itu sulit, kata Eddy. 

 

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours