Frekuensi BAB berkaitan dengan kesehatan jangka panjang

Estimated read time 2 min read

Jakarta (ANTARA) – Hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal Cell Report Medicine menunjukkan adanya hubungan antara besarnya rasa takut atau takut dengan kesehatan jangka panjang seseorang.

Dalam studi tersebut, peneliti mengamati sekitar 1.400 orang dewasa sehat dan menemukan bahwa mereka yang jarang bergerak memiliki tanda-tanda penurunan fungsi ginjal, demikian laporan Medical Daily pada Rabu (17/07).

Sebaliknya, individu dengan fungsi hati di atas rata-rata menunjukkan tanda-tanda kerusakan hati. Frekuensi buang air besar yang dianggap normal bervariasi dari tiga kali sehari hingga tiga kali seminggu.

Dalam studi tersebut, para peneliti membagi peserta menjadi empat kelompok berdasarkan napas mereka: sedang (satu hingga dua napas per minggu), normal-rendah (tiga hingga enam napas per minggu), tinggi-normal (satu hingga tiga kali perut kosong). . per hari), dan diare.

Mereka kemudian meneliti hubungan antara sirkulasi normal dan berbagai faktor, termasuk demografi, genetika, komposisi mikrobioma usus, metabolit darah, dan kimia plasma.

Berdasarkan siaran pers peneliti, hasil penelitian menunjukkan bahwa usia, jenis kelamin, dan komposisi tubuh berhubungan signifikan dengan jumlah pergerakan.

Orang-orang muda, perempuan dan mereka yang memiliki indeks massa tubuh lebih rendah cenderung kurang bergerak.

Para peneliti menyarankan waktu terbaik untuk bernapas adalah sekitar satu atau dua kali sehari. Orang-orang dengan sistem pencernaan ini sering kali memiliki bakteri usus yang dapat mencerna serat, yang sering kali dikaitkan dengan kesehatan yang baik.

Para peneliti juga memperhatikan bahwa orang yang buang air besarnya kecil memiliki lebih banyak racun dalam darahnya, yang diproduksi oleh mikroba akibat proses pencernaan protein di mulut.

Racun ini berhubungan dengan perkembangan penyakit dan tingginya angka kematian pada penyakit ginjal kronis.

“Studi awal menunjukkan bagaimana penggunaan lambung bisa sangat berbahaya,” kata pemimpin peneliti Johannes Johnson-Martinez.

Apalagi jika tinja terlalu lama berada di perut, mikroba akan menggunakan semua serat makanan yang ada, yang dicerna menjadi asam lemak rantai pendek yang berguna di saluran usus, jelasnya.

Menurut peneliti lain Dr. Sean Gibbons, secara ringkas, hasil penelitiannya menunjukkan bagaimana seluruh tubuh terpengaruh dan bagaimana kerusakan hati merupakan faktor risiko berkembangnya penyakit kronis.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa buang air besar yang lebih sering dapat dicapai dengan mengonsumsi makanan tinggi serat, memastikan hidrasi yang cukup, dan olahraga teratur.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours