GBCI: Industri wisata Bali perlu diimbangi pelestarian alam dan budaya

Estimated read time 3 min read

Jakarta (ANTARA) – Dewan Industri Hijau Indonesia (GBCI) menilai ekspansi industri pariwisata di Bali yang dilakukan belakangan ini harus dibarengi dengan menjaga keseimbangan dalam melestarikan alam dan budaya.

Presiden GBCI Putu Agung Prianta mengatakan industri pariwisata Bali sudah pulih dari dampak pandemi CCID-19 dan jumlah wisatawan kembali meningkat.

Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), pada Januari-Juli 2024, sebanyak 9.994.500 wisatawan berkunjung ke Bali, jumlah tersebut melebihi jumlah wabah penyakit pada waktu yang sama pada tahun 2019.

Meskipun peningkatan jumlah wisatawan merupakan kabar baik, namun hal tersebut membawa tantangan tersendiri. Industri pariwisata Bali menghadapi permasalahan serius dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian budaya, kata Agung dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Saat ini, lanjutnya, Bali dinilai sedang dalam tahap menghadapi ancaman pembangunan yang tidak terkendali untuk mendukung industri pariwisata besar yang seringkali mengabaikan tradisi dan budaya.

Mulai dari alih fungsi lahan pertanian untuk pembangunan, banyaknya jalan, hingga isu pencemaran yang menambah permasalahan tersebut.

Mengutip data Badan Pengelola Penanaman Modal (BKPM), dia menambahkan, pada tahun 2020 hingga 2023, total penanaman modal dalam dan luar negeri di Bali meningkat masing-masing sebesar 18 persen dan 26 persen.

Oleh karena itu, menurut pendiri Jimbaran Hijau, penting bagi Bali untuk mulai menciptakan desain yang berkaitan dengan perkembangan Bali ke depan dan hubungannya dengan industri pariwisata Bali.

Tujuannya adalah menjadikan Bali tempat yang lebih baik, menciptakan destinasi dan memadukannya dengan budaya, pembangunan, seni, dan kreativitas.

“Jika kita tidak diperlakukan dengan baik sejak kecil, hal itu bisa menimbulkan masalah budaya dan sosial,” ujarnya.

Keberlanjutan kebudayaan Bali, lanjutnya, sangat penting untuk menjaga perkembangan pesat. Ia khawatir modernisasi dan globalisasi dapat membawa perubahan yang dapat mempengaruhi budaya lokal.

Untuk itu, penting bagi seluruh pemangku kepentingan di Bali untuk membuat rencana yang baik dengan mempertimbangkan kegiatan hijau dan pembangunan berkelanjutan yang berfokus pada ketertiban dan lingkungan.

“Jadi masa depan Bali bergantung pada pelaku pariwisata, investor dan lain-lain bagaimana mengembangkan Bali,” ujarnya pada Tourism, Hotel Investment & Network Conference (THINC) 2024 di Nusa Dua Bali.

.

Menurutnya, ada tiga poin penting yang harus dilestarikan dalam pembangunan Bali, yaitu melestarikan jati diri Bali dan melestarikan karakter Bali melalui desain bangunan yang mencerminkan budaya lokal.

Kemudian, menghormati budaya dan tradisi dengan melestarikan budaya dalam seluruh aspek kehidupan, serta mendukung perekonomian lokal dengan melibatkan masyarakat dalam setiap rencana pembangunan.

Menurut Agung, ketiga poin tersebut juga telah ia terapkan, yang fokus pertama adalah konservasi, dimulai dengan partisipasi masyarakat lokal di bidang pertanian dan rehabilitasi.

Selain itu, ada juga rencana energi surya dan pengisian baterai mobil listrik, dengan menggunakan plastik sebagai bahan komposit produksinya.

Menurut Agung, Bali memiliki potensi masa depan cerah yang besar jika pembangunan dilakukan secara bijak. Melestarikan budaya, memberdayakan komunitas lokal, dan menerapkan inisiatif ramah lingkungan adalah kunci untuk melestarikan keindahan dan kekayaan pulau ini.

“Jadi Bali sama sekali tidak anti pariwisata. Justru kita perlu mengubah cara berwisata untuk menarik wisatawan berkualitas. Dengan langkah yang kuat, kita bisa kuatkan masa depan Bali,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours