Hakim Agung Sebut Pengajuan PK di Kasus Vina Cirebon Konstitusional: Terpenting Ada Novum

Estimated read time 2 min read

JAKARTA – Ketua Mahkamah Agung (MA) Ibrahim menanggapi permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan lima terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky tahun 2016 di Cirebon. Ibrahim mengatakan permohonan PK merupakan hak konstitusional.

“Dalam hal proses hukum di dunia hukum, putusan yang mulai berlaku adalah peninjauan kembali,” kata Ibrahim saat ditemui usai mengikuti konferensi di Universitas Bhayangkara, Bekasi, Rabu (13/6/2024).

Namun syarat pengajuan novum sangat terbatas, jelas Ibrahim. Oleh karena itu, judicial review disebut sebagai upaya hukum yang unik.

“Situasinya (novum) sangat-sangat terbatas, misalnya harus kesalahan nyata dan yang terpenting novum (bukti baru),” lanjutnya.

Soal novum, Ibrahim menjelaskan, alat bukti haruslah alat bukti yang ada namun tidak bisa diajukan di persidangan.

“Kalau ketemu (novum), misalnya setelah perkara diputus, tidak memenuhi syarat sebagai hal baru sehingga tidak bisa (didaftarkan sebagai permohonan PK),” ujarnya.

Ibrahim juga mengatakan, novel ini lebih fokus pada bukti-bukti dokumenter, dan bukan sekadar keterangan saksi. Sebab, menurutnya, alat bukti harus selalu dikaitkan dengan alat bukti lainnya.

“Itu (keterangan saksi) tidak bisa berdiri sendiri, kalaupun ada saksinya. Ada asas unus testis nullus testi: kalau ada saksi, dia bukan saksi,” tegasnya.

Sebelum permohonan PK dikabulkan, hakim akan menilai secara pasti persyaratan kebaruan tersebut. Menurut dia, jika syarat formil novum tidak terpenuhi, maka hakim tidak akan mempertimbangkan peninjauan kembali.

“Kalau tidak memenuhi syarat formil, maka hakim tidak akan mempertimbangkannya. Nanti hakim akan memeriksa apakah kebaruan itu memenuhi syarat yang bersangkutan atau tidak,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours