Hari Raya Keagamaan Momentum Penguatan Nilai Toleransi dan Perekonomian Masyarakat

Estimated read time 4 min read

JAKARTA – Idul Adha 1445 Hijriah baru-baru ini dirayakan umat Islam di seluruh dunia. Di Indonesia, Idul Adha diperingati pada hari Senin 17 Juni 2024. Ada yang berbeda pada Idul Adha tahun ini, dimana banyak warga non-Muslim yang menyumbangkan hewan kurbannya.

Misalnya di Masjid Istiqlal, dari 55 ekor sapi kurban yang diterima, 22 ekor di antaranya merupakan sumbangan non-Muslim, termasuk 1 ekor dari Gereja Katedral. Kemudian tokoh adat suku Arfak di Papua Barat menyerahkan 21 ekor sapi untuk dikurbankan di Kota Manokwari. Hal serupa juga terjadi di Tolikara, Pj Penguasa yang notabene seorang non-Muslim juga menyerahkan seekor sapi untuk dikurbankan.

Fenomena ini juga mengulang perang takjil yang terjadi di bulan terakhir Ramadhan. Saat itu, umat Nonis berbondong-bondong melakukan razia penjual makanan cepat saji di berbagai tempat di Indonesia. Tak hanya itu, Nonis banyak yang menyediakan takjil dan membagikannya secara gratis di pinggir jalan. Itu merupakan bukti dan gambaran nyata Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi.

Kepala Departemen Penyelenggaraan Ibadah Masjid Istiqlal Jakarta, KH Bukhori Sail At-Tahiri menjelaskan, hari raya keagamaan seperti Idul Adha dan Idul Fitri merupakan dorongan untuk berbagi kepada sesama. Hal ini penting agar masyarakat kurang mampu yang mempunyai permasalahan ekonomi dapat memperoleh pangan yang layak. Selain itu, kondisi perekonomian yang sulit dapat menjadi pintu bagi seseorang untuk bergabung dengan kelompok intoleran.

“Mereka yang tertarik untuk mendaftar terkadang merasa lebih diperhatikan oleh sesama kelompoknya dibandingkan oleh masyarakat luas. Inilah pentingnya Idul Adha yang kemarin kita rayakan sebagai wadah berbagi antar masyarakat, sehingga intensitas pengaruh kelompok intoleran bisa dikurangi,” kata Kiai Bukhori di Jakarta, Jumat (21/6/2024).

“Saya sependapat dengan mereka yang menganggap masuknya seseorang ke dalam kelompok radikal yang berbasis kekerasan, antara lain karena kondisi ekonomi yang melemah sehingga lari ke radikalisme. Hal ini harus kita perhatikan bersama,” ujarnya.

Menurutnya, seluruh organisasi masyarakat dan lembaga keagamaan harus memberikan perhatian kepada mereka yang dianggap rentan terpapar, agar tidak tergabung dalam kelompok radikal. Salah satu caranya adalah dengan memberikan bantuan pada saat acara-acara penting keagamaan, seperti saat bulan Ramadhan dan perayaan Idul Adha. Dan itu bukan hanya untuk umat Islam, tapi seluruh bangsa Indonesia.

Ia menilai kesejahteraan masyarakat harus diperhatikan agar tidak mudah terpengaruh. Ibadah kurban merupakan salah satu cara untuk berkontribusi lebih luas dan membantu masyarakat lokal memperoleh sumber protein dari daging hewan kurban.

Selain dibagikan kepada orang-orang yang berpikiran sama, daging kurban justru diprioritaskan bagi mereka yang ekonominya lemah. Bisa berarti warga atau tetangga yang beragama Islam, atau beragama lain. Terkadang daging kurban juga dibagikan kepada mereka yang baru memeluk Islam, sebagai bentuk penghiburan dan pertolongan.

“Hikmah Idul Kurban salah satunya sebenarnya adalah memberikan kesejahteraan kepada masyarakat luas sehingga bisa mengatasi gejala eksklusif dan merasa tidak diperhatikan,” kata KH Bukhori.

Selain itu, hari raya kurban juga dapat menjadi jembatan komunikasi antar umat yang berbeda keyakinan. Misalnya, Masjid Istiqlal pada Idul Adha tahun ini menerima hewan kurban dari teman-teman non-Muslim.

Kiai yang tergabung dalam pengurus Masjid Istiqlal ini juga mengatakan, pembagian daging kurban tidak hanya terbatas pada umat Islam, bahkan pemeluk agama lain juga menerimanya. Hal ini menunjukkan kepedulian sosial terhadap semua kalangan tanpa memandang agama.

“Kami juga berbagi dengan mereka (non-Muslim) karena status mereka adalah tetangga kami yang berhak menerima pembagian daging kurban. Selain pembagian, Masjid Istiqlal juga menerima bantuan atau donasi berupa hewan kurban. beberapa kali disembelih saat Idul Adha. Hal ini menunjukkan tidak lancarnya hubungan antar umat beragama di Indonesia, ujarnya.

Ia berharap hari raya keagamaan seperti Idul Adha dapat didukung semua pihak. Sebab, hari raya keagamaan menggerakkan roda perekonomian masyarakat di daerah. Selain banyaknya masyarakat yang terbantu dengan diperolehnya daging kurban, jual beli dan pendistribusian hewan kurban yang dilakukan sekaligus dalam skala nasional dinilai mampu memberikan dampak moneter yang positif.

Bayangkan juga secara ekonomi distribusi hewan kurban tersebut pada musim kurban, datangnya dari mana-mana, bahkan ada sapi dari Bali yang dikirim ke Jakarta. Di Jakarta, datangnya sapi berarti perekonomian hidup, dan memberikan manfaatnya bagi banyak pihak yang terlibat di dalamnya. “Saya kira ini sangat positif secara internal. Mudah-mudahan semua kalangan, baik umat Islam maupun masyarakat Indonesia bisa merasakan manfaatnya,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours