Hasto Keberatan HP dan Tas Disita KPK Lewat Ajudan Pribadinya

Estimated read time 2 min read

JAKARTA – Kuasa hukum Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Christianto, Patra M. Zen, ditangkap penyidik ​​Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dompet, telepon seluler, atau telepon seluler milik kliennya. Padahal, Gasto punya kewenangan bersaksi dalam kasus Harun Masiku.

Patra mempertanyakan alasan penyidik ​​KPK tidak meminta dompet dan ponsel Gasto. Penyidik ​​menyita dompet dan ponsel Gasto dari asisten pribadinya.

“Karena penyidik ​​bisa menanyakan langsung kepada yang berkepentingan.” Kedua, tentunya dokumen ini harus berdasarkan prosedur penegakan hukum dan prinsip keadilan,” kata Patra kepada wartawan, Senin (10/6/2024).

“Jadi Pak Hasto bilang keberatannya sah dan masuk akal. Kenapa tidak ditanyakan langsung? Pertanyaannya, apakah ada hubungannya dengan badan hukum?”

Apalagi dia menolak karena kliennya harus menghadapi perilaku yang tidak terduga. Dia pikir itu mungkin terjadi pada sekretaris jenderal sebuah partai politik. Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak mempunyai jabatan?

“Yang punya HP A tidak ditanya langsung siapa yang mungkin tidak mendapat tempat duduk,” ujarnya.

Sebelumnya, Hasto Cristianto selesai diperiksa penyidik ​​BPK soal suap terkait proses Penggantian Sementara (PAW) anggota DPRK dan tersangka Harun Masiku. Diakuinya, ponselnya diambil dari KPK.

Gasto mengaku tidak dimintai keterangan mengenai sifat kasus Harun Masiku. Ia langsung meminta pemeriksaan akhir karena keberatan dengan penyitaan ponselnya oleh penyidik ​​KPK.

“Penyidikan saya belum masuk ke pokok perkara, karena di tengah-tengah karyawan saya Kusnadi dipanggil untuk menemuinya, tapi kemudian dompet dan telepon genggamnya disita,” kata Gasto kepada wartawan, Senin (10/6/2024).

Diakuinya, pihaknya diambil alih penyidik ​​lembaga antirasuah. Sebab, sepengetahuan saya, sebagai saksi berdasarkan KUHAP, saya berhak didampingi pengacara. Lalu, saya putuskan untuk melanjutkan persidangan, ujarnya.

“Kemudian ponselnya diambil, dan saya membuat pernyataan terhadap ponsel tersebut.” Karena semuanya harus berdasarkan hukum acara pidana,” jelasnya.

Diketahui, kasus ini terkait pergantian sementara (PAW) anggota DPRK periode 2019-2024 akibat suap OTT. BPK kemudian menetapkan banyak tersangka, termasuk mantan Ketua BPK Wahu Setiyawan dan Harun Masiku.

Vahyu Setiyavan dikabarkan divonis 7 tahun penjara pada tahun 2020. Ia dinyatakan bersalah menerima suap sebesar SGD 19.000 dan SGD 38.350 atau setara Rp 600 juta bersama Agustiani Tio Friedelina.

Vahyu Setiyawan akan dibebaskan bersyarat pada tahun 2023. Namun Harun Masiku masih kabur atau DPO dan belum diketahui keberadaannya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours