Hilirisasi Nikel Berkelanjutan, Fokus Pemerintahan Baru Capai Pertumbuhan Ekonomi 8%

Estimated read time 3 min read

dlbrw.com, JAKARTA — Pemerintahan Prabowo-Gibran akan mendorong hilirisasi nikel berkelanjutan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%. Pasalnya, Indonesia merupakan produsen dan pemegang cadangan nikel terbesar di dunia.

Eddie Soeparno, Wakil Ketua Tim TKN Prabowo-Gibran sekaligus Wakil Ketua Komisi Energi DPR mengungkapkan, 42 persen dari total cadangan nikel dunia sebanyak 130 juta ton tersimpan di Indonesia. Berdasarkan perkiraan ekonomi, pada tahun 2023 Indonesia akan menerima Rp 106,59 triliun dari ekspor nikel.

“Hilirisasi nikel yang berkelanjutan menjadi fokus utama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%. Pada Senin (30/9/2024), Eddie Soeparno mengatakan: “Tantangan ke depan adalah bagaimana memastikan pemerintah Indonesia dapat memasok hilir nikel secara berkelanjutan.”

Dengan adanya larangan ekspor nikel mentah mulai 1 Januari 2020, bermunculan industri pertambangan atau smelter nikel di Indonesia. Tim Prabowo-Gibran juga mengklaim peningkatan kapasitas smelter akan berdampak signifikan terhadap peningkatan produksi dan pasokan nikel Indonesia ke pasar global. 

Pasokan nikel Indonesia diperkirakan mencapai 55 persen pasokan global pada tahun 2023, dan meningkat menjadi 64 persen pada tahun 2024. Pasokan nikel dari Indonesia diperkirakan akan terus berlanjut selama 5-10 tahun ke depan, menurut penelitian yang dilakukan Katadata Insight Center. Bangkitlah dan jadilah hakim.

Menurut Eddy, hilirisasi mineral, khususnya nikel, tidak hanya strategis untuk meningkatkan nilai tambah, tetapi juga menjadi penggerak transisi energi dari ekosistem kendaraan listrik. 

“Indonesia mempunyai potensi besar untuk memimpin pasar hilir nikel global, termasuk baterai untuk kendaraan listrik. “Hal ini sejalan dengan kebutuhan dunia terhadap mobil listrik,” kata Eddy. 

Namun, Indonesia menghadapi tantangan dalam memastikan bahwa pengolahan hilir nikel dan transisi energi tidak hanya terfokus pada aspek ekonomi, namun juga pada prinsip-prinsip ESG (Environmental, Social, Governance). Terutama dalam hal penggunaan energi ramah lingkungan, seperti mengurangi ketergantungan terhadap pembangkit listrik berbahan bakar batubara.

Harry Susanto, Chief Content Officer dan Co-Founder Katadata menjelaskan hasil riset KIC yang menunjukkan peningkatan 14,5 GW smelter pasca dibangunnya PLTU yang mengutamakan listrik dari PLTU yang sudah ditempati. 

Dia mengatakan bahwa situasi ini dapat mempersulit tujuan pengurangan emisi pada tahun 2030. Oleh karena itu, KIC memberikan beberapa rekomendasi bagi penerapan hilirisasi nikel secara berkelanjutan. 

Pertama, menghentikan dan mengendalikan investasi di smelter nikel. Hal ini diperlukan untuk mengatur permintaan dan pasokan nikel dunia agar Indonesia memiliki nilai tambah terbaik dan cadangan nikel tidak cepat habis. 

Kedua, adopsi energi terbarukan untuk mengurangi emisi operasional smelter. Untuk itu, pemerintah sebaiknya mengubah Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 yang mendorong pengoperasian smelter untuk menggantikan penggunaan tenaga batu bara dengan energi terbarukan. 

Ketiga, mengundang investor yang memiliki komitmen kuat terhadap keberlanjutan. Keempat, memastikan reklamasi lahan pasca penambangan untuk mengkompensasi deforestasi. Kelima, peningkatan industrialisasi hilir nikel seperti produksi baterai kendaraan listrik. 

Plt. Direktur Program COCSI Indra Sari Vardhani, selaku perwakilan dari Clean Transition Coalition, mengatakan perlunya mematuhi amandemen Perpres Nomor 112 Tahun 2022 dengan menyusun rancangan pensiun dini batubara, termasuk keselamatan. 

“ESG memerlukan izin investasi, pemenuhan biofuel, dan tidak membiarkan deforestasi,” kata Indra.

Pakar Kebijakan Iklim dan Anggota Dewan Pertimbangan TKN Prabowo-Gibran Ferri Latuhih mengatakan, Indonesia memiliki sumber daya alam yang luar biasa dalam menyikapi kekhawatiran deforestasi. Kerugian karbon bisa mencapai Rp 3000-4000 triliun.  Ferri mencatat, upaya hilirisasi dan upaya dekarbonisasi berkelanjutan tidak hanya didorong oleh permintaan global, tetapi juga memiliki manfaat nasional.

“Ekonomi hijau ini tidak hanya untuk memenuhi perjanjian Paris, tetapi juga untuk menjadi sumber pendapatan bagi negara kita, kita perlu kembali ke alam,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours