Hubungan Baik Ulama dan Umara Hasilkan Tata Kelola Pemerintah yang Efektif

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Di era Islam, Umara/Pemerintah dan Ulama mempunyai hubungan yang sangat erat, karena keberadaan salah satunya mempengaruhi yang lain. Kerjasama yang adil dan cerdas antara Ulama dan Umara tidak hanya menciptakan pemerintahan yang efektif tetapi juga menjadi teladan bagi umat yang dipimpinnya.

Profesor Walisongo dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syamsul Ma’arif mengatakan, keakraban ulama dengan unsur pemerintahan di Indonesia sebenarnya terletak pada perjuangan kemerdekaan. Saat itu, Kiai ikut menyerukan ribuan santrinya agar ikut berjihad mengusir penjajah dari Ibu Pertiwi.

“Hubungan Ulama dan Umara di Indonesia sangat kuat dan sudah terjalin sejak lama. Hal ini terlihat dari teriakan Mbah Hasyim Asy’ari saat pertarungan yang berbunyi: “hubbul wathan minal iman”. Artinya “cinta tanah air atau nasionalisme adalah bagian dari iman,” kata Profesor Syamsul, Rabu (26 Juni 2024) di Semarang.

Menurutnya, ulama yang punya kedekatan dengan pemerintah tidak bisa langsung dinilai sebagai penindas. Apalagi jika menelaah akar sejarah simbiosis keduanya, sudah tertanam ya, tapi sebelum Indonesia dinyatakan merdeka.

Alasan lainnya adalah belum adanya kepastian apakah hasil akhir kerja sama kedua negara akan merugikan penduduk Indonesia. Secara umum, kerja sama yang terjadi sebenarnya melengkapi peraturan perundang-undangan dan penyelenggaraan negara karena melibatkan ulama yang menjadi penyambung kepentingan masyarakat.

Profesor Syamsul yang juga Ketua Forum Koordinasi Anti Terorisme (FKPT) Jawa Tengah periode 2022-2025 mengatakan, kehidupan di Indonesia sebagai negara multikultural didukung oleh para kiai dan ulama yang mampu mendukung kelompok budaya yang berbeda. dan iman.

“Ulama moderat merupakan kelompok yang fleksibel menyikapi perbedaan dan pergerakan bangsa Indonesia. Tentu saja mereka akan memiliki kedekatan tersendiri dengan pemerintah Indonesia nantinya dalam perkembangannya. Ulama moderat tidak hanya berbicara dalam koridor ekonomi, tetapi juga dapat menetapkan peraturan agama dalam kerangka negara Indonesia,” kata Profesor Syamsul.

Ulama yang pernah menjabat Ketua Ikatan Ulama Nahdlatul Ulama (ISNU) Semarang ini menilai ada upaya mendelegitimasi sebagian kelompok terhadap ulama moderat dan pesantren. Namun Prof. Mr. Syamsul berpendapat bahwa narasi ini tersebar luas di negara-negara demokratis dan harus dianggap enteng.

“Kami menanggapi upaya mendelegitimasi ulama moderat, khususnya Nahdlatul Ulama yang dianggap “cinta dunia” karena kedekatannya dengan pemerintah. Menuju kerjasama yang baik antara ulama dan Umara,” ujarnya.

Profesor Syamsul berpendapat, mereka yang menjadi pertimbangan pemerintah saat ini untuk mengisi posisi-posisi strategis di Indonesia tidak hanya memiliki personal skill, namun juga memiliki personal skill dan karakter yang dapat dipercaya. Selain itu, kalangan agama moderat juga diyakini mampu mencapai hasil efektif dan pengaruh positif dengan memperoleh otoritas yang komprehensif.

“Menurut saya, sebenarnya lebih baik pengelolaan sumber daya dan manfaat negara dipercayakan kepada orang-orang yang berilmu agama yang baik, dibandingkan dipercayakan kepada orang-orang yang kualitas agamanya meragukan atau tidak beragama sama sekali,” imbuhnya.

Meski demikian, Profesor Syamsul tidak memungkiri bahwa ilmu agama dan kedekatan dengan pemerintah tidak bisa dijadikan modal untuk memajukan diri tanpa memiliki keterampilan pendukung lainnya. Ia juga mengimbau masyarakat tidak terburu-buru menilai kemampuan seseorang atau sekelompok orang tanpa mengetahui latar belakangnya.

“Masyarakat Indonesia jangan mudah tertipu dengan cerita-cerita yang berbeda dan memecah belah persatuan bangsa. Peran ulama dan umara yang saling terkait dapat “berfungsi sebagai peringatan dan pengawas sosial dan politik satu sama lain,” kata Syamsul Maarif.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours