Hubungan Seksual di Luar Nikah Meningkat, BKKBN: Waspada!

Estimated read time 2 min read

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Deputi Advokasi, Mobilisasi dan Informasi (Adpin) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sukaryo Teguh Santoso mengatakan, kita harus mewaspadai semakin maraknya fenomena hubungan seksual di luar nikah. .

Hal itu disampaikan Teguh menanggapi fenomena menurunnya angka pernikahan di Indonesia pada tahun 2023. Tahun lalu, angka pernikahan di Indonesia tercatat terendah dalam 10 tahun terakhir, yakni sebanyak 1,5 juta pasangan.

“Yang tercatat (dalam sensus dan pencatatan) adalah mereka yang sudah menikah, tetapi apakah mereka yang menikah itu setara (sebanding) dengan mereka yang melakukan hubungan seks di luar nikah?” Dia berkata.

Ia mengatakan, keengganan menikah di kalangan generasi muda bukanlah hal yang krusial, namun tetap perlu mendapat perhatian. Namun yang paling penting untuk segera diselesaikan bersama adalah hubungan seksual di luar nikah.

“Kalau berhubungan badan, belum menikah, tapi pernah berhubungan badan di luar nikah, itu yang harus dicegah dan diobati dengan baik. Karena berisiko secara medis, psikologis, dan sosial,” ujarnya.

Ia juga menyoroti fenomena di beberapa negara, tidak hanya Indonesia, usia menikah semakin menurun atau generasi muda enggan menikah. Namun di sisi lain, usia melakukan hubungan seksual di luar nikah (baik pria maupun wanita) cenderung lebih muda.

Teguh menjelaskan, data yang dimiliki BKKBN, belakangan ini angka kelahiran menurut usia atau age spesifik Fertility Rate (ASFR) 10-15 tahun mulai bermunculan. Padahal, lima atau 10 tahun lalu tidak ada data seperti itu, artinya hubungan seksual di luar nikah cenderung terjadi lebih awal, ujarnya.

Untuk itu, ia menekankan agar pihak-pihak yang berkepentingan saling berkolaborasi untuk memperhatikan fenomena hubungan seksual di luar nikah yang semakin sering terjadi. Sebab bila tidak dicegah maka akan menimbulkan perselisihan dalam keluarga yang dapat berujung pada perceraian.

Disinggung pula mengenai jumlah angka kelahiran atau totalfertilitas rate (TFR) di Indonesia yang menurut sensus 2020 angkanya sebesar 2,18.

“Capaian ini merupakan fenomena positif karena rata-rata nasional perempuan Indonesia melahirkan 2,1 anak. Hal ini menunjukkan keberhasilan dalam mengasuh keluarga melalui program Keluarga Berencana (KB),” ujarnya.

Namun, lanjutnya, BKKBN masih menghadapi tantangan yang cukup besar dalam hal disparitas. Misalnya di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), TFR-nya masih tinggi yakni mencapai 2,79, sedangkan DKI Jakarta memiliki TFR terendah yakni 1,75.

“Bagi daerah yang TFRnya sudah rendah, di bawah 2, tidak perlu diturunkan lagi, karena reproduksi tetap penting. Sedangkan provinsi yang TFRnya tinggi sebaiknya diturunkan, karena berkaitan dengan kualitas kesehatan ibu dan anak, tingkat tunjangan keluarga, dan masalah stunting,” kata Teguh.

 

 

 

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours