HUT ke-78 Polri, Pengamat Intelijen: Kepolisian Harus Prediktif

Estimated read time 2 min read

JAKARTA – Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) akan berulang tahun ke-78 pada Senin, 1 Juli 2024. Polisi sebagai lembaga penegak hukum harus bersifat prediktif dan proaktif dalam menjalankan tugasnya.

Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handyaani Kertopati mengatakan, kepolisian negara saat ini menghadapi sejumlah persoalan penting. Diantaranya, revisi UU TNI dan UU Polri setelah lebih dari 20 tahun berfokus pada prediksi berbagai jenis ancaman dan tindak pidana sebagai dampak negatif kemajuan teknologi.

“Pelanggaran kedaulatan di dunia maya dan antariksa harus segera diatasi. Selain itu, adanya kebocoran data di National Data Center (NDC) yang kini menimbulkan pertanyaan dan kekhawatiran masyarakat. “Sedang terjadi perang siber dan harus segera diatasi,” ujarnya, Minggu (30 Juni 2024).

Wanita yang akrab disapa Nunning ini meyakini penyelidikan, pengamanan, dan pengumpulan intelijen Kepolisian Negara lebih terfokus pada pemberantasan kejahatan terorganisir internasional dan aktivitas kriminal perusahaan multinasional.

Polisi negara harus prediktif. Polisi negara harus bisa menegakkan hukum berdasarkan analisis intelijen dan kemampuan prediktif. Jadi polisi tidak reaktif, tapi proaktif, katanya.

Mantan anggota Komisi I DPR ini mengatakan, pokok bahasan penyadapan yang dilakukan Polri berkaitan dengan keamanan Negara Nekamtibma. Berbeda dengan investigasi, pengamanan, dan pengumpulan intelijen TNI yang lebih fokus pada kontra intelijen dan memata-matai agen rahasia negara lain.

“Semuanya harus dikoordinasikan oleh Badan Intelijen Negara (BIN),” ujarnya.

Selain itu, pengerahan prajurit TNI dan Polri ke kementerian dan lembaga memenuhi syarat perlunya menggunakan seluruh sumber daya manusia (SDM) atau warga negara. Hal ini berbeda dengan dwifungsi ABRI yang mengambil posisi politik untuk mempertahankan tampuk kekuasaan.

Penempatan prajurit TNI dan Polri di berbagai instansi pemerintah sebenarnya menunjukkan tidak ada dikotomi dalam pembangunan negara, jelasnya.

Nuning menambahkan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Kementerian Agama, Kementerian Sosial, dan Kementerian Dalam Negeri harus terlibat dalam pemberantasan terorisme dan pelestarian lingkungan hidup. “Jadi bukan hanya TNI-Polri BIN BNPT. “Terorisme semakin mengambil bentuk yang berbeda-beda dan semakin meluas,” katanya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours