Imparsial Desak DPR Setop Pembahasan RUU TNI: Tidak Urgen dan Bahayakan Demokrasi

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Direktur Impar Gufron Mabruri meminta DLR dan pemerintah tidak melanjutkan pembicaraan soal revisi UU No. 34 Tahun 2004 TNI. Menurutnya, pembahasan RUU TNI saat ini belum mendesak.

Gufron menilai berdasarkan Daftar Permasalahan (DIM) yang diterima, UU TNI mengancam demokrasi Indonesia.

Berdasarkan dokumen DIM versi pemerintah yang beredar di pasaran, terdapat sejumlah permasalahan yang lebih serius dibandingkan UU TNI versi Balego, yaitu ancaman terhadap hak asasi manusia dan merusak tata kelola pemerintahan yang demokratis, kata Gufron dalam keterangannya. .dirilis pada hari Kamis. 18/7/2024).

Berdasarkan dokumen DIM yang diterima, Gufron mengatakan, ada beberapa usulan perubahan UU TNI yang mengancam kehidupan demokrasi. Salah satunya terkait usulan perluasan dan penambahan jenis operasi militer selain tempur (OMSP).

“Pasal 7 ayat 2 dan 3 usulan perubahan perluasan dan perluasan ruang lingkup OMSP, menunjukkan adanya orientasi politik dan keinginan untuk memperluas partisipasi peran militer di luar sektor pertahanan negara, hal ini juga membuktikannya. yaitu 19 jenis OMSP dari 14 jenis sebelumnya yang akan diterapkan TNI,” ujarnya.

“Perluasan dan penyertaan cakupan OMSP akan mendukung keterlibatan TNI yang lebih luas dalam keamanan sipil dan nasional, termasuk mengamankan proyek-proyek pembangunan pemerintah,” kata Gufron.

Selain itu, terdapat usulan untuk memperluas peran aparat penegak hukum. Pasal 8 DIM menyatakan bahwa tugas tentara adalah melindungi hukum dan melindungi keamanan tanah sesuai dengan hukum negara dan peraturan internasional.

Menurutnya, pasal tersebut salah dan bertentangan dengan kewajiban Pasal 30 ayat (2) dan ayat (3) sistem pertahanan negara dan TAP MPR VII Tahun 2000 tentang peran TNI dan peran polisi. Menurut Gufron, jika revisi UU TNI disetujui, tentu akan terjadi konflik dan tumpang tindih tugas dan peran TNI dan Polri.

“Perlu diketahui bahwa TNI tidak dimaksudkan sebagai alat penegakan hukum, tetapi TNI dibiayai, dipersenjatai, dan memenuhi kebutuhannya dengan alutsista yang canggih serta dipersiapkan hanya sebagai alat pertahanan negara yang profesional, bukan sebagai alat pertahanan negara. lembaga. Penegakan hukum, kata Gufron.

Selain itu, ada usulan untuk mengakhiri larangan perdagangan terhadap TNI. Gufron mengatakan persepsi ketentuan tersebut tidak tepat dan mencerminkan kegagalan upaya reformasi TNI. Ia mengatakan esensi tentara adalah mengidentifikasi, melatih, dan mempersiapkan perang.

“Tentara tidak dibangun untuk kegiatan komersil dan politik, karena melemahkan profesionalisme dan menurunkan harga diri prajurit sehingga berdampak teralihkannya tugasnya dalam menjaga kemerdekaan negara,” kata Gufron.

Selain itu, usulan terkait perluasan jabatan sipil yang bisa diisi oleh perwira aktif TNI. Usulan ini memuat teks revisi DIM pasal 47 ayat 2 UU TNI. Menurutnya, usulan tersebut membuka jalan bagi pemulihan dwifungsi ABRI seperti yang dilakukan pada rezim otoriter Orde Baru.

Ia mencatat bahwa militer terlibat dalam politik yang efektif, termasuk mengisi posisi sipil di kementerian, lembaga pemerintah, DLR, pemimpin daerah dan lain-lain selama rezim baru.

“Upaya perluasan jabatan sipil yang dapat diisi oleh perwira aktif TNI dalam usulan revisi UU TNI dengan demikian dapat membuka peluang baru bagi TNI untuk terlibat dalam politik. Hal ini tentu saja merupakan tantangan terhadap UUD 1998. reformasi dan prosesnya.” Indonesia yang mengerahkan militer untuk membela negara,” kata Gufron.

Berdasarkan pertimbangan di atas, kami menghimbau kepada DLR dan pemerintah untuk tidak melanjutkan agenda kajian UU TNI, selain tidak mendesak saat ini, banyak usulan perubahan juga berbahaya. supremasi hukum dan penerapan hak asasi manusia,” kata Gufron.

Selain itu, kata Gufron, Imparsial juga mendesak DLR dan pemerintah mengumumkan penghentian sementara pembahasan berbagai undang-undang strategis yang memerlukan evaluasi awal yang mendalam dan partisipasi masyarakat yang luas, salah satunya RUU TNI.

“Karena kita saat ini sedang dalam masa transisi DLR dan pemerintah dari lama ke baru, maka tidak boleh ada pembahasan undang-undang strategis yang berbeda,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours