Industri Tekstil PHK Massal, Hak Pesangon Karyawan Masih Belum Jelas

Estimated read time 2 min read

JAKARTA – Gelombang PHK massal di industri TPT Indonesia terus berlanjut. PHK massal di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terjadi akibat hilangnya persaingan harga di tengah masuknya produk tekstil impor, khususnya dari Tiongkok.

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPN) Ristadi mengatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi pekerja industri TPT merupakan sebuah keniscayaan. Namun PHK massal masih menyisakan permasalahan pesangon bagi puluhan ribu pekerja yang terkena PHK.

Al-Rustadi menjelaskan, Rabu (6/12/2024) bahwa “pembayaran pegawai TPT yang diberhentikan masih belum jelas. Meski ada beberapa perusahaan yang masih dalam tahap negosiasi, namun masih ada perusahaan yang belum jelas penyelesaiannya.” .

Ristadi mengatakan, jabatan tersebut didapatnya berdasarkan informasi dari para pekerja industri TPT yang tergabung dalam KSPN. Dia mengatakan, ada satu perusahaan, TPT, yang tidak bisa disebutkan namanya, yang manajemennya belum membeberkan perundingan terkait pembayaran pesangon kepada pekerja yang terkena PHK.

“Belum jelasnya pembayaran pesangon membuat manajemen perusahaan belum mengatakan apa-apa mengenai kemungkinan pembayaran pesangon kepada karyawannya, sehingga belum jelas,” kata Rustadi.

“Sampai saat ini masih banyak pekerja di TPT yang belum membayar pesangon,” lanjut Rustadi.

Di sisi lain, Al-Ristadi mengatakan sejumlah perusahaan TPT sedang melakukan negosiasi kompensasi atas penghentian layanan. Ia mencontohkan perusahaan tekstil PT Sai Apparel di Semarang, Jawa Tengah, yang berhasil menyelesaikan negosiasi pesangon karyawannya.

“Dalam negosiasi misalnya, jika perusahaan mampu (pembayaran pesangon), maka mereka akan mendapat Rp 1 juta untuk satu tahun dikalikan dengan masa kerja, atau jika perusahaan hanya bisa memberikan satu asuransi,” jelas Al-Ristadi.

Sekadar informasi, pabrik tekstil di Indonesia silih berganti tutup sehingga mengakibatkan puluhan ribu PHK. Pt.kontemporer S. Dupantex Pekalongan menutup pabriknya dan memberhentikan 700 karyawannya, menjadi salah satu perusahaan tekstil yang meningkatkan efisiensi dan menutup operasi mulai akhir tahun 2023.

Al-Ristadi mengatakan sebagian besar pabrik tekstil berhenti beroperasi karena tidak lagi menerima pembelian produknya.

Berdasarkan data yang kami terima, industri TPT terhenti karena permintaan barang menurun, bahkan ada perusahaan TPT yang belum menerima pesanan pembelian sama sekali, jelas Rustadi.

Al-Ristadi mengatakan, menurunnya permintaan tekstil dan produk tekstil (TPT) yang diproduksi pabrik-pabrik tersebut disebabkan ketidakmampuan mereka bersaing harga dengan barang impor, terutama yang diimpor dari China.

“Pabrik-pabrik tekstil ini sebenarnya berusaha bertahan melalui inovasi dalam menjual produknya sendiri, namun kemudian tidak laku, terutama di pasar lokal,” jelas Rustadi.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours