Inovasi Kesehatan Nucleopad, Solusi Cepat untuk Deteksi Penyakit Infeksi

Estimated read time 5 min read

JAKARTA – Nucleopad mampu memberikan hasil hanya dalam waktu 15 menit, dan teknologi ini tidak memerlukan peralatan laboratorium yang rumit. Hal tersebut dijelaskan oleh Muhammad Yusuf, pendiri bidang kesehatan Universitas Padjadjaran.

Mengembangkan alat diagnostik cepat seperti Nucleopad membawa banyak manfaat bagi perusahaan. Dalam pengobatan penyakit menular seperti tuberkulosis (TB), demam berdarah, dan chikungunya, waktu sangat penting dalam mendiagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat. Dengan Nucleopad, proses pendeteksian yang seringkali memakan waktu dan memerlukan peralatan canggih kini dapat dilakukan dengan mudah dan cepat.

Dengan semangat berinovasi yang menjadikan Indonesia mandiri di bidang kedokteran, Universitas Padjadjaran bersama PT Pakar Biomedika Indonesia meraih kesuksesan besar melalui program Teaching Factory.

Salah satu produk unggulannya adalah Nucleopad, sebuah instrumen optik berbasis imunokromatografi kertas in vitro yang dirancang untuk mendeteksi DNA dari amplifikasi PCR (polymerase chain react). Alat ini memberikan metode pendeteksian yang cepat, akurat dan sederhana tanpa memerlukan peralatan laboratorium yang canggih.

“Dengan obat ini kita bisa mendeteksi penyakit menular seperti TBC dengan cepat dan efisien, yang tentunya akan sangat membantu dalam pengobatan penyakit tersebut,” kata Yusuf.

Alat diagnostik ini didukung oleh Matching Fund 2023 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan jumlah total sebesar Rp 1,3 miliar dan dukungan dari mitra industri dengan jumlah yang kurang lebih sama. Nucleopad dapat digunakan sebagai alat rapid test untuk mendiagnosis penyakit menular seperti demam berdarah, chikungunya, dan tuberkulosis.

Nucleopad mampu mendeteksi tuberkulosis dengan hasil yang terlihat berupa warna merah yang terlihat dengan mata, tanpa perlu menggunakan gel agarose sebagai metode terapi. Hal ini ramah lingkungan karena mengurangi penggunaan bahan kimia untuk pemantauan hasil PCR. Keunggulan Nucleopad lainnya adalah sensitivitasnya 75 persen dan spesifisitasnya 95 persen, lebih tinggi dibandingkan metode elektroforesis yang sensitivitasnya hanya 60 persen.

Dengan obat ini diharapkan dapat menekan biaya pembelian alat diagnostik, serta mempercepat diagnosis dan pengobatan penyakit menular.

Produk seperti Nucleopad tidak hanya meningkatkan kemampuan profesional kesehatan dalam mendiagnosis penyakit, namun juga meningkatkan akses masyarakat terhadap teknologi diagnostik yang terjangkau. Sebagai produk dalam negeri, Nucleopad membantu negara menjadi mandiri dengan memenuhi kebutuhan peralatan diagnostik tanpa bergantung pada impor.

“Kami yakin hal ini akan memperkuat kemandirian Indonesia dan mengurangi ketergantungan terhadap obat impor,” kata Yusuf.

Koin Kemerdekaan Nasional Serupa

Muhammad Yusuf, Inovator dan Ketua Kelompok Keahlian Program Inovasi Nucleopad, memberikan peran penting dalam menciptakan learning factory untuk inovasi. Teaching Factory merupakan tempat yang dibangun untuk menghubungkan pendidikan dan industri khususnya di bidang pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).

Kerja sama ini memungkinkan penelitian dan pengembangan lokal dapat memenuhi kebutuhan industri, seperti kebutuhan peralatan diagnostik yang dapat dikembangkan secara mandiri di dalam negeri.

Melalui training factory kami ingin melahirkan manusia-manusia yang terampil dan mampu menciptakan hal-hal baru,” kata Yusuf.

“Kolaborasi kami dengan industri akan memfasilitasi transfer teknologi yang mendukung pengembangan alat diagnostik berbasis rumah (TKDN) untuk menjadikan Indonesia lebih mandiri dalam bidang kesehatan,” tambahnya.

Sebagai lembaga pendidikan yang bertujuan untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) terampil melalui pembelajaran di Teaching Factory, Universitas Padjadjaran bekerja sama dengan PT Pakar Biomedika Indonesia menyediakan alat, perlengkapan, dan kepemimpinan industri untuk pengembangan produk penelitian baru. Perjanjian tersebut diharapkan dapat memperkuat kemandirian medis Indonesia, khususnya dalam pengadaan peralatan diagnostik.

Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam mencapai otonomi kesehatan. Menurut informasi Kementerian Kesehatan, sekitar 90 persen perbekalan kesehatan diimpor ke Indonesia pada tahun 2020, dan negara juga telah mengimpor peralatan kesehatan untuk sebagian besar kebutuhan medisnya. Hal ini menunjukkan pentingnya teknologi global seperti Nucleopad dalam mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya asing dan meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri.

Selain itu, laporan Lembaga Pengembangan Ekspor Indonesia (LPEI) menyebutkan nilai alat kesehatan asal Indonesia akan mencapai USD 1,1 miliar pada tahun 2021, angka yang terus meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Dengan memproduksi produk lokal, Indonesia mempunyai peluang besar untuk menurunkan jumlah tersebut dan meningkatkan daya saing perusahaan kesehatan dalam negeri di pasar global.

“Kami yakin hal ini akan memperkuat kemandirian Indonesia dan mengurangi ketergantungan terhadap obat impor,” kata Yusuf.

Dengan obat ini diharapkan dapat menekan biaya pembelian alat diagnostik, serta mempercepat diagnosis dan pengobatan penyakit menular.

Perkembangan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Padjadjaran menjadi contoh nyata bagaimana kolaborasi mahasiswa dan industri dapat menciptakan inovasi yang berdampak signifikan terhadap kesehatan masyarakat.

Dengan terus meneliti dan mengembangkan obat-obatan seperti Nucleopad, Indonesia semakin mendekati tujuan kemandirian medis. Perjanjian tersebut juga membuka peluang besar untuk meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global.

Diluncurkan pada tahun 2020 melalui Merdeka Belajar tahap keenam, program Dana Padanan dan Kedaireka menunjukkan banyak hal positif. Sementara itu, kolaborasi penelitian antara universitas dan industri telah berkembang secara signifikan.

Jumlah proposal penelitian yang diterima perguruan tinggi dari industri meningkat dari 1.200 pada tahun 2021 menjadi 5.600 pada tahun 2023. Pendanaan penelitian juga meningkat sebesar 420 persen. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab peringkat Indonesia dalam Global Innovation Index (GII) dari peringkat 87 pada tahun 2021 menjadi peringkat 61 pada tahun 2024.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Dirjen Diktiristek) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Abdul Haris menekankan pentingnya peran Reka Cipta dalam pembangunan negara, khususnya dalam menggerakkan roda perekonomian, meningkatkan persaingan dan mendukung kemerdekaan.

“Kolaborasi antara perguruan tinggi dan dunia usaha dan industri (DUDI) mempunyai potensi yang besar untuk menciptakan keterampilan yang berkualitas tinggi dan solusi yang efektif.” Dan Kedaireka merupakan wujud komitmen Direktorat Jenderal Pendidikan dan Teknologi untuk menjadi pass antara teknologi insan universitas dan hal-hal yang disepakati dengan DUDI,” kata Dirjen Haris.

Inovasi yang mendukung kemandirian bangsa menjadi bagian penting dalam membangun ekosistem yang kuat dan mandiri. Selain itu, inovasi-inovasi tersebut menjadi bukti bahwa kolaborasi antara riset akademis dan industri dapat membawa manfaat nyata bagi kehidupan masyarakat.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours