Inovatif, Tim Mahasiswa Universitas Brawijaya Ciptakan Alat Terapi Tulang Belakang Berbasis IoT

Estimated read time 4 min read

MALANG – Lima mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, mengembangkan perangkat berbasis Internet of Things (IoT) untuk mengatasi kondisi punggung pada anak.

Perangkat inovatif yang dikembangkan oleh lima siswa ini telah menginspirasi banyak anak penderita kelainan tulang belakang.

Alat yang diberi nama PostureCare ini mampu mendiagnosis anak dengan kelainan tulang belakang secara klinis. Alat tersebut ditemukan oleh lima mahasiswa, Farid Khardiansiah, Refaldi Ananta Afif, Stefania Angelica dan Irfan Aditya dari Fakultas Teknik Elektro Universitas Bravijaya.

Menurut Farid Khardiansi, ketua tim mahasiswa UB, inovasi pembuatan alat pendeteksi penyakit tulang belakang pada anak bermula dari banyaknya anak yang mengalami penyakit tulang belakang.

Mahasiswa Universiti Brawijai (UB) Malang telah mengembangkan alat terapi Internet of Things (IoT) untuk gangguan punggung pada anak. Foto/Sejarah

Sering duduk dan kurang berolahraga dapat menyebabkan masalah tulang belakang pada anak. Temuan ini menjadi semakin signifikan, meskipun menurut WHO, Organisasi Kesehatan Dunia telah menunjukkan bahwa 250 ribu hingga 500 ribu anak di dunia mengalami masalah punggung setiap tahunnya.

“PostureCare merupakan alat inovatif yang menggunakan teknologi Internet of Things (IoT) untuk mengatasi postural kyphosis pada anak. Tujuannya untuk mendiagnosis secara klinis posisi tulang belakang yang bengkok, dilengkapi dengan sensor untuk menentukan posisi yang benar, sudut tulang belakang dan kompres panas untuk meredakan nyeri,” kata Farid Khardiansiah usai dikonfirmasi, Senin pagi (7/1/2024).

Farid mengatakan PostureCare merupakan solusi untuk memantau dan meningkatkan keselarasan tulang belakang pada anak usia 7-11 tahun yang menderita kifosis. Perangkat tersebut menggunakan sensor giroskop MPU6050 yang ditempatkan di beberapa titik di bodi.

“Tiga sensor berfungsi mendeteksi kesalahan posisi tulang belakang, sedangkan satu sensor memantau perubahan harian sudut tulang belakang setelah terapi,” ujar pria yang juga mahasiswa keperawatan Fakultas Kedokteran (FK) UB ini.

Farid mengatakan cara kerjanya mikrokontroler ESP32 akan mengolah data sensor untuk mengetahui hasilnya berupa modul getaran, lampu LED, dan pemanas. Perangkat akan memperingatkan Anda dengan getaran dan cahaya ketika posisi sumsum tulang belakang yang salah terdeteksi.

Selain itu, dua bantalan pemanas polimer akan mengurangi rasa sakit dengan meningkatkan sirkulasi darah di area yang terkena melalui proses termoterapi, katanya.

Data dari perangkat ini akan disajikan dalam bentuk grafik harian oleh aplikasi yang terhubung dengan bot WhatsApp. Hal ini memungkinkan orang tua dan terapis untuk melacak kemajuan terapi secara real time.

“Kami menerapkan pendekatan model perawatan kronis dengan penekanan pada kesejahteraan pasien dan keluarga. “Salah satu fitur utamanya adalah memberikan frasa motivasi yang berbeda setiap hari melalui bot dan aplikasi WhatsApp,” ujarnya.

“Membantu dalam deteksi dini masalah, keterlibatan langsung keluarga dan pengobatan penyakit tulang belakang,” tambah salah satu anggota tim Ilmu Keperawatan saat melakukan prosedur penunjang pasien di Desa Sumbarsekar, Kecamatan Dau, Wilayah Malang.

Selama prosedur, pasien juga diberikan buku panduan dan buku harian “My Bone” untuk memantau aktivitas, emosi, penggunaan kawat gigi, dan pola makan anak. Keluarga juga berpartisipasi dengan memberikan hadiah stiker bintang ketika anak berhasil menyelesaikan misi harian.

Setiap 3 hari sekali tim akan mengunjungi rumah-rumah dan memberikan terapi bermain serta hadiah bintang besar. Keluarga juga menerima pendidikan, konseling dan dukungan emosional melalui berbagai modul dan aplikasi.

“Saat ini kami sedang dalam proses mengajukan lima hak kekayaan intelektual, yaitu tiga modul untuk keluarga, pasien dan tenaga kesehatan, satu buku panduan, dan dua program komputer dalam bentuk bot dan aplikasi WhatsApp.” Paten yang kita ajukan akan segera diberikan juga akan segera diberikan,” jelasnya.

Pengembangan “PostureCare” direkomendasikan dan dikonsultasikan oleh 12 praktisi ahli, mulai dari bedah saraf hingga keperawatan anak dan kronis.

Inovasi tersebut berhasil mendapatkan pendanaan pemerintah dari Program Inovasi Karya Mahasiswa (KI) (PKM) yang dipimpin oleh Nooroussad di bidang Teknik Elektro.

“Dengan PostureCare, kami berharap anak-anak dengan atau tanpa kifosis dapat mendapatkan tindakan pencegahan serta mendapatkan pengobatan yang optimal dan mengurangi risiko komplikasi di kemudian hari,” jelasnya.

“Solusi inovatif ini merupakan respon terhadap permasalahan kesehatan yang timbul akibat perubahan gaya hidup selama epidemi, sehingga membawa keberhasilan dalam terapi dan pemantauan penyakit punggung, khususnya kifosis,” tutupnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours