Istimewanya FGD Penguatan Peran DPD di Yogyakarta

Estimated read time 3 min read

Yogyakarta – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Provinsi menggelar Forum Group Discussion (FGD) di Hotel Grand Ambarukmo Yogyakarta, 5-7 Juli 2024. Acara tersebut dikatakan unik karena banyak diminati dan dihadiri oleh anggota terpilih. DPD

Ada 53 senator yang dipilih dari berbagai distrik. Acara ini juga dihadiri oleh para pemimpin desa se-Yogyakarta. Lalu ada pembicara Pakar Hukum Tata Negara Profesor Zainal Arifin Mokhtar dan Wakil Ketua DPD Sultan B Najamuddin.

Sultan mengatakan, rencana pengkajian dan perencanaan penguatan organisasi DPD terlebih dahulu mencakup senator Bekulu tiga periode yang direkomendasikan organisasi DPD untuk melakukan kerja sama parlemen dengan organisasi DPD. DPD dan DPD merupakan organisasi yang mewakili kekuasaan rakyat.

“Semua kandidat dipilih langsung oleh rakyat. Dan keduanya diberi kewenangan yang diperlukan oleh konstitusi.

Menurut eks KNPI ini, DPD dan DPR punya sejarah berbeda. Keberadaan DPR yang dahulu bernama Komite Nasional Indonesia Pusat (KNPI) seusia dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Memang sebelum Indonesia merdeka, keberadaan DPR resmi berdiri di Belanda, yang kemudian disebut Dewan Rakyat atau Volkstraad. DPD yang sekarang dibentuk setelah amandemen konstitusi tahun 2001.

Namun perlu diketahui bahwa DPD terbentuk sebagai hasil pelaksanaan kemerdekaan daerah dan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita tahu bahwa prinsip pemerintahan bersatu merupakan ketentuan konstitusi yang tidak dapat diganggu gugat. Oleh karena itu, desentralisasi sistem pemerintahan demi menjaga persatuan Indonesia menjadi landasan filosofis berdirinya organisasi DPD.

Artinya kehadiran DPRK sama pentingnya dengan DPRK. Penting sekali bagi DPRK untuk menjaga keseimbangan politik negara, demokrasi, dan Pengadilan Negeri Pusat, ujarnya.

Sultan yang menjabat sebagai kepala negara menindaklanjuti rekomendasi kedua yakni meninjau ulang undang-undang tentang tugas dan tanggung jawab PDP. Penguatan peran anggota organisasi bisa dimulai dengan mengkaji Undang-undang Peraturan Perundang-undangan (PPP) dan MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Kedua undang-undang ini perlu diamandemen untuk menyatukan tanggung jawab politik undang-undang dan kendali DPR dan DPR.

Secara khusus, undang-undang MD3 diharapkan dapat berbeda untuk setiap lembaga perwakilan (MPR-DPR-DPD dan DPRD). Pembagian undang-undang ini dimaksudkan untuk menciptakan kerjasama dan upaya mencapai keadilan dalam kekuatan hukum.

Zainal Arifin Mokhtar mengatakan, banyak opsi yang bisa dilakukan sebagai upaya penguatan kewenangan dan tanggung jawab DPD. Daftar perubahan konstitusi yang dianggap sulit secara politis ternyata belum lengkap. Jika kita memahami realitas politik saat ini, sangat sulit untuk mencapai tuntutan politik PDP melalui amandemen konstitusi.

Oleh karena itu, diharapkan pimpinan DPD jujur ​​terhadap kekuatan sistem politik Indonesia, sistem multi partai, dan kekuatan sistem presidensial ke depan. Bekerja sama dengan DPD, kata Zeinal.

Menurut dia, bukan berarti DPD tidak ingin melemahkan atau menekan kepemimpinan politik DPD. Presidenlah yang membuat undang-undang dan melaksanakannya. Pemberian kekuasaan politik yang terlalu besar kepada DPD dinilai akan mempersulit proses pengaturan itu sendiri.

Namun kami menilai segala opsi politik terkait penguatan peran DPD masih terbuka dan banyak alasan mengapa presiden dan DPD harus memberikan kekuasaan politik kepada DPD. Parpol di DPD pasti punya kebutuhan untuk bertahan hidup. . Meningkatkan pengaruh politik DPD dan menyebarkan kader” di samping kewenangan khusus. Padahal, konstitusi sangat dihormati dan ada kepentingan terhadap organisasi DPP yang diisi oleh non-partai,” ujarnya.

Acara istimewa lainnya dalam FGD ini adalah penyambutan khusus anggota DPP di Istana Joja. Tepatnya pada malam Tahun Baru Islam (1 Muharram 1446 H) atau suatu malam Surah.

Seluruh anggota FGD diundang oleh Gubernur DIY dan Raja Yogyakarta Ngarso Delam Sri Sultan Hamangkubuwono. Dalam budaya politik Indonesia yang berpusat pada Jawa, peristiwa-peristiwa seperti itu dianggap sakral dan penting bagi kemapanan politik negara.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours