Jadi Korban Cyberbullying, Jangan Balas Komentar Jahat di Media Sosial

Estimated read time 3 min read

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Maraknya kasus kekerasan pada anak dan remaja tentu membuat banyak orang tua khawatir. Tidak ada orang tua yang ingin anaknya menjadi korban atau pelaku bullying. Namun kenyataannya, kasus-kasus seperti ini, termasuk cyberbullying, masih terus terjadi.

Salah satunya adalah perundungan yang dialami seorang siswa SMA di Tegal, Jawa Tengah beberapa waktu lalu. Tiga siswi bertemu di sekolah menengah. Para pejabat mengatakan hal itu dimulai dengan saling melecehkan dan melecehkan di media sosial.

Kasus cyberbullying merupakan hal lain yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Jumat (24/5/2024) Cyberbullying didefinisikan sebagai penggunaan teknologi untuk melecehkan, mengancam, menyakiti, mempermalukan, atau menargetkan orang lain, menurut KidsHealth.  

Perilaku ini dapat berupa ancaman online, serta mengirimkan teks, tweet, postingan, atau pesan yang kasar, menyinggung, atau kasar. Begitu pula dengan memposting informasi pribadi, foto atau video yang bertujuan untuk menyinggung atau mempermalukan orang lain.

Penindasan melibatkan penghinaan atau ancaman berulang-ulang. Ini bukan sekadar lelucon atau ejekan, melainkan pelecehan dan ancaman terus-menerus, bukan sekadar komentar buruk yang dibuat saat sedang bercanda atau marah.

Komentar yang mengancam atau menyinggung tentang gender, agama, orientasi seksual, ras, atau perbedaan fisik seseorang juga bisa menjadi bentuk cyberbullying. Bagaimana agar anak-anak terhindar dari menjadi korban atau pelaku?

Terkadang anak-anak atau remaja merasa takut atau tidak berbuat apa-apa, baik mereka di-bully atau tidak. Oleh karena itu, orang tua harus memahami bahwa mereka harus selalu waspada terhadap teks, pesan, pesan atau email yang membuat anak mereka merasa mengganggu, kasar atau tidak nyaman.

Jika anak Anda menerima hal ini, dorong dia untuk segera memberi tahu orang dewasa yang dipercaya. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjalin keakraban dan keakraban antara orang tua dan anak. Selain orang tua, anak atau remaja juga dapat berbicara dengan guru, konselor sekolah, atau anggota keluarga lain yang lebih tua.

Orang tua harus mengajari anak mereka untuk berpikir dua kali sebelum membagikan informasi pribadi atau foto/video yang mereka tidak ingin dilihat dunia. Karena sekali Anda memposting foto atau pesan, akan sulit atau bahkan tidak mungkin untuk dihapus, mengingat jejak digital selalu ada.

Selain itu, jangan pernah memberikan kata sandi ponsel dan situs web Anda kepada siapa pun selain orang tua atau wali Anda. Sebagai tindakan pencegahan, ubah kata sandi Anda sesering mungkin agar tidak diretas.

Selalu berhati-hati saat membalas spam orang lain. Mengabaikan penindasan adalah cara terbaik untuk menjaganya agar tidak terasa “berkekuatan”, namun hal ini tidak selalu mudah. Melawan pelaku intimidasi terkadang bisa efektif, namun hal ini juga dapat memprovokasi si pelaku intimidasi dan memperburuk situasi.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours