Jakarta perlu adopsi konsep “mixed use building” untuk sediakan hunian murah

Estimated read time 4 min read

Jakarta (Antara) – Pakar tata kota Bernardas Jonoputro menilai konsep “mixed-use building” perlu diterapkan untuk menyediakan hunian terjangkau bagi masyarakat Jakarta.

“Sekarang tren globalnya adalah kota-kota menjadi semakin ‘kompak’ dan efisien. Untuk itu, setiap kota harus memiliki perumahan yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat,” kata Bernardus di Jakarta, Senin.

Konsep “mixed-use building” merupakan konsep bangunan yang mempunyai fungsi dan kegunaan berbeda-beda dalam satu bangunan. Konsepnya dapat menggabungkan fungsi hunian, perkantoran, pendidikan, pusat perbelanjaan, hiburan dan lainnya dalam satu bangunan.

Menurutnya, konsep “mixed-use building” yang diusung calon Gubernur DKI Jakarta (Bakagub) Ridwan Kamil pada Indonesia Net Zero Summit di Jakarta, Sabtu (24/8) merupakan solusi tepat untuk kota sebesar Jakarta.

Ketua Dewan Kode Etik Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAPI) ini meyakini, semakin mahalnya harga tanah dan tanah bisa diatasi dengan membangun “gedung serba guna” di pusat kota.

“Seiring dengan meningkatnya harga tanah dan terbatasnya lahan, cara mendapatkan perumahan adalah dengan membangun perumahan vertikal,” kata Bernardus.

Diakuinya, hal tersebut tidak bisa dilakukan di semua lokasi, namun ia melihat banyak lokasi di Jakarta yang bisa dimaksimalkan untuk menyediakan “mixed use building”.

Bernardus mencontohkan sumber daya milik Pemprov DKI Jakarta seperti ratusan pasar yang bisa dimaksimalkan untuk membangun “gedung serba guna”.

Kemungkinan ini iya. Pasarnya tetap, nyatanya pasar sudah dibersihkan, tidak ada lumpur lagi. Dan fungsi situsnya bertambah, tergantung lahannya, ditambah lagi lahan di sekitarnya bisa digabung menjadi tiga. menara,” jelasnya.

Dengan cara ini, Pemprov DKI Jakarta dapat menyediakan perumahan yang layak, terjangkau, dan inklusif bagi masyarakat dari berbagai kelas sosial.

“Sebuah kota harus selalu inklusif dan selalu bisa dihuni oleh berbagai kelas sosial. Jadi, tidak eksklusif untuk kelompok kaya. Kota yang baik adalah kota yang memiliki ruang bagi kelas atas, kelas menengah, kelas menengah bawah. kelas bawah “ruang kota itu hidup dan saling melengkapi,” jelasnya.

Baca selengkapnya: DKI adakan festival perumahan terjangkau untuk memudahkan masyarakat memiliki rumah. Bernardus menambahkan, kota-kota di dunia sudah bergerak ke arah tersebut, sehingga Jakarta tidak bisa ketinggalan. Konsep “mixed use building” diperlukan untuk kota seperti Jakarta.

“Jika Jakarta ingin mencapai net zero carbon, maka ‘net zero lifestyle’ Ridwan Kamil harus menjadi gaya hidup masyarakat. Gaya hidup ini akan membuat masyarakat beraktivitas lebih efisien,” kata Bernardus.

Pemerintah daerah sebagai pengambil kebijakan menyediakan tempat tinggal, tempat bekerja dan tempat memenuhi berbagai kebutuhan lainnya.

“Masyarakat tidak lagi mengendarai mobil pribadi, mereka naik sepeda, naik angkutan umum, dan lebih banyak berjalan kaki. Karena mengendarai mobil pribadi itu sangat mahal dan tidak efisien. Kalaupun busnya bus listrik, keretanya listrik, itu saja. Jadi motor sudah listrik, kotanya cepat menuju nol,” jelasnya.

Sebelumnya, Babagub DKI Jakarta Ridwan Kamil mengatakan mobilitas penduduk di kota-kota besar sangat tinggi, sehingga paradigma “produktifitas lebih” (more production) dan “mobilitas lebih banyak” (mobilitas lebih) berubah menjadi “produktifitas lebih”, namun “kurang produktif”. mobilitas” (penurunan mobilitas).

“Jadi kalau bisa hidup produktif, menjadi lebih sejuk, lebih kaya, lebih pintar, namun dengan mobilitas yang lebih sedikit, maka akan mengurangi karbon yang terbuang dibandingkan saat ini,” ujarnya.

Maka Ridwan Kamil berharap masyarakat memilih gaya hidup net zero emisi di masa depan.

Ia mencontohkan masyarakat yang tinggal di Kelapa Gading, sehingga ia bekerja dan nongkrong di Kelapa Gading.

“Jangan tinggal di sini, kerja di sana. Jadi konsep CBD (Central Business District) itu jadul banget. Suatu hari di mana pun kita tinggal, kita bekerja di sana, kita nongkrong di sana, kita bahagia di sana, (kalau) kita ketahuan kecamatan Lintas, lintas kota, itu masa depan menurut saya yang harus dijadikan kebijakan, ”kata RK.

Pria yang akrab disapa Bang Emil ini juga mengusung konsep “mixed-use lifestyle” ketimbang “single-use lifestyle”.

“Kalau “single use lifestyle” seperti sekarang, dia tinggal di depo, kerja di Sudirman-Thamrin. Tapi suatu saat negara ini harus punya “mixed-use lifestyle” atau kehidupan yang konsepnya “kaj”. (bekerja). Dan ‘tumpah’ (Games) di satu tempat,” tuturnya. Baca Juga: Bang Emil: Pertambahan jumlah rumah di pusat kota bisa atasi kemacetan lalu lintas

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours