Kalangan Akademisi Himbau ASEAN Ambil Langkah Penting Hadapi Ketegangan China dan Taiwan

Estimated read time 4 min read

JAKARTA – Para pakar memandang isu ketegangan Tiongkok-Taiwan merupakan isu yang mendesak dan berkaitan erat dengan kepentingan nasional Indonesia dan kepentingan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).

Oleh karena itu, Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya menyerukan langkah-langkah signifikan untuk menghadapi eskalasi situasi di Selat Taiwan, meningkatnya ketegasan Tiongkok, termasuk meningkatnya aktivitas militer negara tersebut di kawasan dalam beberapa tahun terakhir.

Hasil diskusi akademis bertajuk “Ketegangan Selat Taiwan: Reaksi di Asia Tenggara dan Implikasinya Bagi Indonesia” di kampus Universitas Paramadina terselenggara atas kerja sama Lembaga Kebijakan Publik Paramadina (PPPI) dan Sinologi Indonesia. Forum (FSI), di Jakarta, Senin 5/2024.

Akademisi Indonesia yang berbasis di Australia dan Taiwan, Dr. Ratih Kabinawa, Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI), Ph.D. Broto Wardoyo dan Dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina. , Mohammad Iksan, S.E., M.M. Diskusi dimoderatori oleh Ristian Atriandi Suprianto, MS, guru besar hubungan internasional UI yang juga merupakan mitra FSI.

Dalam paparannya, Ratih Kabinawa menyinggung kasus penyitaan kapal nelayan Taiwan oleh penjaga pantai Tiongkok, serta ketegangan antara Tiongkok dan Taiwan yang patut dikhawatirkan oleh Indonesia dan negara ASEAN lainnya.

“Tiga awak kapal nelayan tersebut merupakan warga negara Indonesia. “Untuk itu Indonesia harus berkomunikasi dengan China dan Taiwan untuk menjamin keamanannya,” ujarnya.

Selain itu, Ratih juga mengungkapkan ketegangan antara China dan Taiwan di Selat Taiwan akan berdampak serius bagi negara-negara ASEAN. Di satu sisi, memanasnya situasi di Selat Taiwan akan membuka pintu persaingan negara adidaya, yang sampai batas tertentu akan berdampak pada kawasan Asia Tenggara.

Di sisi lain, ASEAN mungkin mempunyai benteng jika terjadi konflik di kawasan di atas. Kamboja, Laos, Myanmar kemungkinan besar mendukung China, Vietnam dan Filipina akan menentang China, sedangkan Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Thailand masih ragu.

Sementara itu, dari sudut pandang ekonomi, Ratih menekankan pentingnya pemerintah ASEAN memikirkan apa yang harus dilakukan terhadap 700.000 warga negara ASEAN yang saat ini bekerja atau belajar di Taiwan.

Oleh karena itu Ratih berpendapat sangat penting bagi negara-negara ASEAN untuk mengambil langkah lebih lanjut guna menjamin stabilitas di kawasan Selat Taiwan. Menurut Ratih, mengamati dua dialog ini penting untuk melibatkan tidak hanya pejabat pemerintah, tetapi juga akademisi dan komunitas epistemik.

Menurutnya, dialog-dialog itu terpisah, ASEAN dan China, ASEAN dan Taiwan, dan sebagainya. Ratih juga menekankan pentingnya negara-negara ASEAN untuk terus menyerukan pelarangan kekuatan militer dalam menyelesaikan masalah di Selat Taiwan, serta perlunya pemerintah ASEAN mempertimbangkan langkah-langkah untuk melindungi warganya jika terjadi konflik bersenjata. . sedang terjadi

Senada dengan Ratih, pembicara lainnya, Broto Wardoyo, menekankan perlunya pemerintah Indonesia bersikap modern dan memahami situasi terkini terkait ketegangan antara China dan Taiwan.

Menurutnya, pemahaman tersebut diperlukan agar pemerintah dapat bereaksi cepat mengamankan WNI di Taiwan. Menurut Broteau, penting untuk memperkuat kemampuan pemerintah Indonesia dalam merespons dengan cepat seiring situasi di Selat Taiwan dan Laut Cina Selatan yang semakin sulit diprediksi.

“China kini semakin tegas, bahkan agresif, di Selat Taiwan dan Laut China Selatan,” ujarnya. Berbeda dengan era sebelum Xi Jinping, kini sulit mengetahui apakah China sudah memberikan lampu hijau, lampu kuning, atau lampu merah, tegasnya.

Dengan demikian, menurutnya, Tiongkok menjadi ancaman yang semakin nyata di kawasan. Namun ia juga menekankan bahwa sikap Tiongkok bergantung pada respons negara adidaya lainnya, Amerika Serikat. “Tidak ada satu choro pun,” tutupnya.

Pembicara ketiga, Muhammad Iksan, menekankan pentingnya fokus pada dampak ekonomi dari isu terkait ketegangan Tiongkok-Taiwan. “Taiwan menguasai semikonduktor dan ekosistem di sekitarnya,” kata Iksan.

Ia juga meyakini salah satu motivasi pendudukan Tiongkok di Taiwan adalah untuk menguasai ekosistem semikonduktor.

Sementara itu, Ketua FSI Johannes Herliyanto menekankan pentingnya menyuarakan keprihatinan ASEAN dalam pidatonya. Ia memuji pernyataan Menlu RI terkait peristiwa lintas selat pada Agustus 2022 dan meminta semua pihak menahan diri semaksimal mungkin dan menahan diri dari tindakan provokatif.

Namun, menurut Iohannis, seruan menentang penggunaan kekuatan militer untuk menyelesaikan masalah antara Tiongkok dan Taiwan harus disuarakan dengan lebih tegas dan konsisten.

Selain itu, ia juga berpendapat bahwa setiap negara ASEAN harus mendukung ASEAN dengan menunjukkan penolakannya terhadap negara mana pun yang ingin meningkatkan ketegangan, terutama melalui manuver militer yang agresif.

“Jadi ASEAN sebagai sebuah organisasi dan masing-masing negara ASEAN secara individu harus mengatakan bahwa mereka akan menahan diri untuk tidak menggunakan kekuatan militer untuk menyelesaikan masalah Tiongkok-Taiwan,” tutupnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours